Sebuah draft laporan investigasi krisis nuklir Fukushima 2011 yang dirilis Rabu (27/1), menyebutkan adanya kontaminasi radioaktif tingkat tinggi yang berbahaya di dua dari tiga reaktor di fasilitas nuklir itu. Informasi terbaru yang muncul dalam laporan yang dipersiapkan oleh badan pengawas nuklir Jepang itu meningkatkan kekhawatiran tentang upaya menonaktifkan reaktor-reaktor tersebut.
Laporan sementara itu mengatakan data yang dikumpulkan oleh para penyelidik menunjukkan bahwa sumbat-sumbat penyegel untuk ruang-ruang penampung reaktor No. 2 dan 3 terkontaminasi fatal karena puing-puing bahan bakar nuklirnya telah meleleh dan jatuh ke dasar reaktor akibat tsunami dan gempa bumi Maret 2011.
Para ahli mengatakan bagian bawah sumbat penyegel, yang berbentuk cakram beton berlapis tiga dengan diameter 12 meter, tertutup senyawa radioaktif Cesium 137 dalam konsentrasi tinggi. Sumbat penyegel ruang reaktor No. 1 kurang terkontaminasi, mungkin karena sumbat itu sedikit lepas dan rusak karena dampak ledakan hidrogen, kata laporan itu.
Para ahli mengukur tingkat radiasi di beberapa lokasi di dalam tiga ruang penampung reaktor, dan memeriksa bagaimana bahan radioaktif bergerak dan peralatan keselamatan berfungsi selama kecelakaan. Mereka juga mengatakan langkah-langkah penyelamatan dan desain peralatan masih harus diperiksa.
Kontaminasi pada sumbat-sumbat penyegel tidak mempengaruhi lingkungan karena ruang-ruang penampung reaktor berada di dalam bangunan fasilitas nuklir yang terisolasi ketat. Laporan tersebut tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang apakah atau bagaimana kontaminasi pada sumbat penyegel akan mempengaruhi upaya penonaktifan reaktor-reaktor itu.
Tim ahli memasuki ruang-ruang penampung tiga reaktor yang sebelumnya sangat terkontaminasi dan tidak dapat diakses itu setelah tingkat radiasi turun secara signifikan. Mereka mencari data dan bukti sebelum sibuk melakukan pembersihan.
Radiasi besar-besaran dari reaktor-reaktor itu telah menyebabkan sekitar 160.000 orang mengungsi dari sekitar fasilitas nuklir itu. Hingga kini, puluhan ribu orang masih belum bisa pulang ke rumah-rumah mereka. [ab/uh]