Pentolan milisi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).
Majelis hakim yang diketuai Akhmad Jaini menyatakan Aman terbukti bersalah mendalangi sejumlah serangan teror di Indonesia termasuk bom Thamrin dan bom Kampung Melayu.
Menurut hakim, tidak ada alasan yang dapat meringankan hukuman buat Aman. Aman juga terbukti sebagai penggerak kelompok radikal.
“Dijatuhkan pidana terhadap Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman dengan pidana mati. Memerintahkan tetap berada di tahanan,” kata Hakim Akhmad Jaini.
Mendengar vonis mati tersebut, Aman langsung bangkit dan bersujud. Pemimpin JAD itu tidak menjawab ketika hakim bertanya apakah Aman akan mengajukan banding atau tidak.
Usai persidangan, kuasa hukum Aman Abdurrahman, Asludin Harjani, mengungkapkan bahwa sebelum sidang, Aman berpesan kepadanya untuk mengupayakan agar eksekusi mati dilaksanakan sesegera mungkin, jika hakim menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Asludin menilai vonis terhadap Aman terlalu dipaksakan. Menurut Asludin, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan keterlibatan langsung Aman dengan berbagai aksi teror di Indonesia, termasuk bom Thamrin.
“Makanya saya katakan, satu-satunya yang bisa menghubungkan ustaz Oman dengan bom Thamrin dan yang lainnya adalah adanya pesan yang disampaikan oleh ustaz Oman kepada Abu Gar,” ujar Asludin.
“Pesan itu bukan pesan dari ustaz Oman, tetapi pesan dari Syeikh Adnani, juru bicara ISIS untuk melakukan amaliyah seperti di Perancis. Itu saja, yang lainnya ulasan ajaran beliau yang memang tidak sepaham, tidak mengakui adanya negara Indonesia," papar Asludin.
Meskipun Aman tidak berniat mengajukan banding atas putusan hakim tersebut, namun Asludin mengatakan kepada majelis hakim, tim penasehat hukum akan mempertimbangkan upaya banding. Majelis hakim memberikan waktu sepekan bagi kuasa hukum untuk pikir-pikir.
Nama Aman Abdurrahman alias Abu Sulaeman melejit setelah menyatakan berbaiat bersama pendukungnya kepada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi pada Oktober 2014 di Lembaga Pemasyarakatan kembang Kuning, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Pemimpin Jamaah Ansharud Daulah (JAD) itu pertama kali dikenal dalam insiden meledaknya bom rakitan di rumah kontrakannya, di Kampung Sindang Rasa, Kelurahan Suka Maju, Cimanggis, Depok, Jawa Barat pada 2004. Ia pun divonis tujuh tahun penjara terkait kasus ini.
Aman kembali tersandung kasus terorisme setelah terlibat dalam pelatihan militer di Jalin Jantho, Aceh Besar pada 2010. Pengadilan pun memvonis Aman dengan pidana sembilan tahun penjara. Sosok yang dijuluki sebagai “Bapak Takfiri Indonesia" itu terbukti membantu kegiatan terorisme di Aceh dengan memberikan sumbangan dana sebesar 20 juta rupiah dan $100.
Peringatan Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia lalu seharusnya menjadi lembaran baru bagi Aman setelah ia mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman selama lima tahun. Remisi itu sedianya dapat membebaskannya dari Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Namun, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri tidak memberikan waktu bagi Aman untuk menghirup udara segar di luar penjara. Densus 88 bergerak menjemput Aman dan membawanya menuju Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat untuk diperiksa terkait serangan teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016. Ia diduga ikut memberikan gagasan atau bahkan menjadi otak serangan teror yang terjadi di 'jantung' Ibu Kota Jakarta itu.
Pada 18 Agustus 2017, Densus 88 resmi menetapkan dan sekaligus menahan Aman sebagai tersangka. Bom Thamrin merupakan kasus terorisme ketiga yang disangkakan polisi kepada pria kelahiran 5 Januari 1972 ini.
Namun kiprah Aman tak berhenti di situ. Ia juga diduga menjadi otak pelemparan bom ke Gereja HKBP Oikumene, Samarinda, pada 13 November 2016 yang menyebabkan enam anak menjadi korban. Seorang anak di antaranya tewas mengenaskan dengan luka bakar yang mencapai 90 persen di tubuhnya. Aksi di Samarinda itu dilakukan oleh Ketua JAD Kalimantan Timur, Joko Sugito, alias Abu Sarah.
Aman juga disebut menjadi dalang aksi bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, pada 24 Mei 2017 yang dilakukan oleh Kiki Muhammad Iqbal alias Abu Syamil. Kiki yang juga dijerat dalam kasus teror adalah rekan Aman selama di Lapas Nusakambangan. Tiga polisi meninggal dan empat lainnya luka-luka dalam insiden itu.
Aman juga diduga sebagai dalang penyerangan terhadap polisi di Polda Sumatera Barat pada 25 Juni 2017 yang menewaskan seorang polisi akibat luka tusuk. Penyerangan ini diketahui terinspirasi oleh Aman.
Terakhir, Aman juga disebut menjadi otak penembakan terhadap personel Kepolisian di Bima, NTB, pada 11 September 2017. Aksi itu dilakukan oleh Muhammad Ikbal Tanjung alias Usamah yang mengaku terinspirasi oleh Aman.