Indonesia terpilih kembali sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah memperoleh suara terbanyak, yakni 186 dari total 192 suara. Bersama Jepang, China dan Kuwait, Indonesia akan menjadi anggota Dewan HAM PBB dari Kelompok Asia Pasifik periode 2024-2026.
Prioritas Indonesia pada periode keanggotaan kali ini adalah meningkatkan kapasitas global dalam perlindungan HAM, meningkatkan intensitas dialog HAM di tingkat global dan regional, serta memperkuat kembali implementasi nilai-nilai universal hak asasi manusia.
Dengan kemitraan yang inklusif, Indonesia akan mendorong promosi kesetaraan gender, perlindungan hak anak dan perempuan, dan hak atas kesehatan dan pembangunan.
Salah satu pendiri Human Rights Working Group (HRWG) Refendi Djamin mengatakan jika dibandingkan dengan China, Kuwait dan Jepang, Indonesia berada di posisi yang kredibel sebagai negara demokrasi yang berupaya menghargai hak asasi manusia. Hal itu yang menyebabkan ada kepercayaan yang tinggi dari anggota-anggota PBB pada Indonesia sebagai aktor yang dinilai berpotensi memberikan kontribusi dalam pemajuan HAM di tingkat global.
“Walaupun kita punya berbagai macam masalah hak asasi manusia di Indonesia – kebebasan beragama, soal penangkapan dan kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan aktivis lingkungan – tapi sebagai suatu negara yang memiliki framework tentang hak asasi manusia dan demokrasi, itu memang cukup kredibel,” ujarnya.
Benahi Rumah Sendiri Dulu
Mantan wakil Indonesia di Komisi HAM ASEAN itu juga menyatakan komitmen Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB harus dilihat dari dua sisi yaitu untuk perbaikan kerjasama internasional dan perbaikan kondisi hak asasi manusia di Indonesia.
Dia menyayangkan janji-janji yang diutarakan Indonesia pada masa kampanye selama Maret 2023 ketika ingin menjadi anggota Dewan HAM PBB, yang dinilainya masih bersifat umum.
“Memperbaiki di Indonesia apanya? Soal ratifikasi instrumen internasional, Indonesia cuma bilang 'ok kami akan mendukung ratifikasi internasional.' Itu janjinya," ungkap Refendi Djamin.
Refendi mengatakan kalau sekadar dukungan, itu sudah sikap yang yang harus dipunyai setiap negara anggota yang menjadi calon.
"Tapi soal ratifikasi? Kita belum meratifikasi konvensi Statuta Roma, kita belum meratifikasi konvensi tentang penghilangan orang secara paksa, kita belum ratifikasi protokol untuk pencegahan penyiksaan, misalnya. Janji yang disampaikan terlalu generik menurut saya,” imbuhnya.
Janji yang dinilai spesifik adalah soal digital teknologi sebagai tantangan baru dan tantangan persoalan hak asasi manusia terkait dengan situasi pasca pandemi.
Sebagai anggota Dewan HAM PBB, tambahnya, Indonesia harus melakukan perbaikan-perbaikan di dalam dan luar negeri. Perbaikan di dalam negeri yang dimaksudnya adalah soal pelaksanaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seperti “aturan karet,” dan kebebasan beragama terkait pendirian rumah ibadah yang masih banyak masalah.
Ekses pelanggaran HAM dalam proses pembangunan infrastruktur di berbagai daerah saat ini, sedianya diminimalisasi sehingga konflik yang terjadi dengan masyarakat lokal dapat dicegah.
Sementara di kawasan, Indonesia dibayangi isu Myanmar, yang sudah lebih dari dua tahun tak kunjung selesai meskipun telah menggunakan beragam cara dan konsensus; serta konflik di daerah sumber daya alam dan perlindungan buruh migran. Juga tentunya memainkan peran lebih besar dalam konflik yang menjadi perhatian dunia, seperti antara kelompok Hamas dan Israel.
Terpilihnya Indonesia dipertanyakan
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia menilai terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB justru mengundang pertanyaan serius.
Menurutnya bagaimana mungkin Indonesia dapat mengemban tanggung jawab yang besar di tingkat internasional ketika masih mengabaikan masalah-masalah HAM, terutama ancaman kebebasan sipil, di negeri sendiri.
Belakangan ini banyak sorotan diarahkan ke pemerintah Indonesia dalam menangani kritik masyarakat, baik itu warga, jurnalis atau aktivis yang mengkritisi proyek-proyek strategis nasional.
“Perbaikan di dalam negeri secara sungguh-sungguh sekaligus menunjukan koherensi di dalam negeri dengan kebijakan Indonesia di luar negeri yang banyak diharapkan oleh negara-negara di dunia,” kata Usman.
Indonesia pernah duduk di Dewan HAM PBB pada 2006-2007, 2007-2010, 2011-2014, 2015-2017, dan 2020-2022. [fw/em]
Forum