BANGKOK —
Badan sensor film Thailand telah melarang sebuah film dokumenter mengenai sengketa perbatasan menahun antara negara tersebut dengan Kamboja dengan alasan ancaman kemanan nasional, pembuat film tersebut mengatakan Rabu (24/4).
"Boundary" mengisahkan konflik Thai-Kamboja melalui kesaksian seorang mantan tentara yang tinggal dekat perbatasan, serta warga-warga desa dari kedua negara. Film ini juga menyentuh konflik-konflik lain di Thailand, termasuk pemberontakan di wilayah selatan yang telah berlangsung sembilan tahun dan perpecahan politik yang menyebabkan penyerangan militer mematikan terhadap demonstran pada 2010.
Sutradara Nontawat Numbenchapol mengatakan kantor pemutaran film di Kementerian Kebudayaan memberitahunya bahwa isi film tersebut “merupakan ancaman terhadap keamanan nasional dan hubungan internasional.” Ia mengatakan akan mengajukan banding terhadap larangan tersebut.
Sengketa perbatasan tersebut mengakar pada keputusan Mahkamah Internasional pada 1962 yang menyatakan bahwa kuil Preah Vihear yang berusia 1.000 tahun ada di wilayah Kamboja. Pemerintah Thailand memprotes dengan alasan batasan definitif tidak pernah diberlakukan di sekitar situs Warisan Dunia tersebut.
Sengketa tersebut menjadi titik penting bagi banyak nasionalis di Thailand, yang tidak mengakui keputusan Mahkamah dan mengatakan wilayah tersebut, termasuk kuil itu, adalah milik Thailand dan mereka mendesak para politisi untuk menekan isu tersebut.
Pasukan Thailand dan Kamboja telah berulangkali bentrok di wilayah sengketa tersebut dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pada April 2011, saat 17 tentara dan seorang warga sipil tewas dan ribuan orang yang tinggal dekat kuil tersebut harus mengungsi.
Pada 2011, Mahkamah Internasional di Den Haag menciptakan zona demiliterisasi sekitar kuil tersebut namun pasukan-pasukan tidak ditarik sampai setahun kemudian.
Mahkamah saat ini mendengarkan kesaksian dari kedua belah pihak setelah mereka meminta Mahkamah mengklarifikasi keputusan awal.
Menurut Nontawat, film sub-komite pemutaran film dan video mengatakan beberapa klaim dalam film dokumenter tersebut, termasuk dari pihak Kamboja, “tidak berdasar.”
Pihak badan sensor mengatakan beberapa informasi dalam film tersebut masih dipertimbangkan Mahkamah dan belum secara formal diputuskan.
Nontawat mengatakan keputusan itu membuatnya tercengang.
"Saya membuat film ini untuk menciptakan ruang bagi orang-orang yang tinggal dekat perbatasan untuk mengungkapkan pikiran mereka,” ujarnya. "Sekarang saya harus bekerja lebih keras tidak hanya untuk membuat orang tahu mengenai isu perbatasan, tapi juga mengenai kebebasan berekspresi."
Badan sensor Thailand telah menyasar beragam isu politik dan sosial. Lembaga itu mengaburkan rokok dan alkohol di televisi dan melarang apa pun yang dianggap kritikan terhadap kerajaan.
Tahun lalu, dewan film melarang film Thailand yang mengadaptasi kisah Shakespeare "Macbeth," dengan alasan isinya memecah belah masyarakat. Pada 2011, dewan tersebut juga melarang sebuah film berjudul "Insects in the Backyard" (Serangga di Halaman Belakang) mengenai seorang ayah transgender yang berjuang membesarkan dua anak, karena ada adegan yang dianggap tidak bermoral dan porno.
"Boundary" ditayangkan secara perdana di Festival Film Berlin pada Februari dan menerima dukungan finansial dari pendanaan film internasional. (AP/Thanyarat Doksone)
"Boundary" mengisahkan konflik Thai-Kamboja melalui kesaksian seorang mantan tentara yang tinggal dekat perbatasan, serta warga-warga desa dari kedua negara. Film ini juga menyentuh konflik-konflik lain di Thailand, termasuk pemberontakan di wilayah selatan yang telah berlangsung sembilan tahun dan perpecahan politik yang menyebabkan penyerangan militer mematikan terhadap demonstran pada 2010.
Sutradara Nontawat Numbenchapol mengatakan kantor pemutaran film di Kementerian Kebudayaan memberitahunya bahwa isi film tersebut “merupakan ancaman terhadap keamanan nasional dan hubungan internasional.” Ia mengatakan akan mengajukan banding terhadap larangan tersebut.
Sengketa perbatasan tersebut mengakar pada keputusan Mahkamah Internasional pada 1962 yang menyatakan bahwa kuil Preah Vihear yang berusia 1.000 tahun ada di wilayah Kamboja. Pemerintah Thailand memprotes dengan alasan batasan definitif tidak pernah diberlakukan di sekitar situs Warisan Dunia tersebut.
Sengketa tersebut menjadi titik penting bagi banyak nasionalis di Thailand, yang tidak mengakui keputusan Mahkamah dan mengatakan wilayah tersebut, termasuk kuil itu, adalah milik Thailand dan mereka mendesak para politisi untuk menekan isu tersebut.
Pasukan Thailand dan Kamboja telah berulangkali bentrok di wilayah sengketa tersebut dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pada April 2011, saat 17 tentara dan seorang warga sipil tewas dan ribuan orang yang tinggal dekat kuil tersebut harus mengungsi.
Pada 2011, Mahkamah Internasional di Den Haag menciptakan zona demiliterisasi sekitar kuil tersebut namun pasukan-pasukan tidak ditarik sampai setahun kemudian.
Mahkamah saat ini mendengarkan kesaksian dari kedua belah pihak setelah mereka meminta Mahkamah mengklarifikasi keputusan awal.
Menurut Nontawat, film sub-komite pemutaran film dan video mengatakan beberapa klaim dalam film dokumenter tersebut, termasuk dari pihak Kamboja, “tidak berdasar.”
Pihak badan sensor mengatakan beberapa informasi dalam film tersebut masih dipertimbangkan Mahkamah dan belum secara formal diputuskan.
Nontawat mengatakan keputusan itu membuatnya tercengang.
"Saya membuat film ini untuk menciptakan ruang bagi orang-orang yang tinggal dekat perbatasan untuk mengungkapkan pikiran mereka,” ujarnya. "Sekarang saya harus bekerja lebih keras tidak hanya untuk membuat orang tahu mengenai isu perbatasan, tapi juga mengenai kebebasan berekspresi."
Badan sensor Thailand telah menyasar beragam isu politik dan sosial. Lembaga itu mengaburkan rokok dan alkohol di televisi dan melarang apa pun yang dianggap kritikan terhadap kerajaan.
Tahun lalu, dewan film melarang film Thailand yang mengadaptasi kisah Shakespeare "Macbeth," dengan alasan isinya memecah belah masyarakat. Pada 2011, dewan tersebut juga melarang sebuah film berjudul "Insects in the Backyard" (Serangga di Halaman Belakang) mengenai seorang ayah transgender yang berjuang membesarkan dua anak, karena ada adegan yang dianggap tidak bermoral dan porno.
"Boundary" ditayangkan secara perdana di Festival Film Berlin pada Februari dan menerima dukungan finansial dari pendanaan film internasional. (AP/Thanyarat Doksone)