Meskipun masih terbatas, proses perubahan UU kemitraan sesama jenis membuat pemerintah mempertimbangkan untuk mengusulkan RUU Life Partnership, atau RUU Kemitraan Seumur Hidup, yang akan menjamin hak-hak pasangan gay serupa dengan mereka yang terikat dalam perkawinan tradisional.
Para pengunjung di Thailand mungkin mendapat kesan bahwa negara itu toleran terhadap kelompok LGBT. Tetapi masih ada intoleransi di antara sebagian warga dan UU kemitraan sesama jenis dinilai sebagai terobosan.
Resepsionis hotel Patipant Chuthapun mengatakan, “Kami memiliki masalah dengan keluarga. Mereka tidak menerima kami karena Thailand tidak seterbuka negara-negara Barat. Kini kami memiliki undang-undang kemitraan sesama jenis. Keluarga kami mendengar tentang hal ini dan mulai membuka hati bagi kami. Ini akan membantu kehidupan kami kembali normal."
Menjelang keputusan pemerintah tentang hal ini, kelompok-kelompok LGBT melangsungkan dengar pendapat dan pawai di seluruh Thailand. Ini merupakan langkah yang telah menarik perhatian Patipant dan mitranya – Pathawee – yang tinggal bersama di bagian utara Chiang Mai.
“Pada masa lalu ketika kami tinggal bersama, kami harus berpura-pura seperti orang lain, berpura-pura bahwa kami hanya teman. Ketika kami berada di depan publik, kami tidak berani berpegang tangan. Ini berubah sekarang karena kami mendapat lebih banyak dukungan dan tidak khawatir lagi untuk berpegang tangan di depan umum," kata Pathawee.
RUU itu pertama kali diperkenalkan pada tahun 2013 dan sedianya akan disahkan menjadi undang-undang ketika terjadi kudeta militer yang akhirnya menunda hal itu. Kini Thailand dapat menjadi negara pertama di Asia yang mengakui secara resmi hak-hak kemitraan sesama jenis karena diskusi terbuka mengenai hal itu diperkenankan, atau setidaknya ditolerir.
Kelompok-kelompok hak LGBT mengatakan RUU itu merupakan langkah positif, tetapi mereka masih akan terus mendorong hal itu dengan harapan akan ada lebih banyak hak yang diberikan kepada mereka. (em)