Tautan-tautan Akses

Tiga Tahun Mengungsi, Warga Rohingya Berharap Pemukiman Kembali


Kamp pengungsi warga Muslim Rohingya di Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar (foto: dok).
Kamp pengungsi warga Muslim Rohingya di Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar (foto: dok).

Tiga tahun setelah melakukan eksodus massal ke Bangladesh, sekitar satu juta warga Muslim-Rohingya yang berasal dari Myanmar masih hidup di tempat-tempat penampungan yang terbuat dari bambu, beratap plastik, di sejumlah kamp-kamp pengungsi.

Dua proses repatriasi pada tahun 2018 dan 2019 gagal karena para pengungsi menolak kembali ke Myanmar – negara yang mayoritas berpenduduk Budha – di mana pemerintahnya menolak memberi mereka kewarganegaraan dan menilai mereka sebagai 'orang luar,' serta kekhawatiran akan terjadinya aksi kekerasan lagi.

Sebagian pengungsi memilih opsi berbahaya dengan melakukan perjalanan bersama para penyelundup manusia, ke beberapa negara Asia Tenggara. Dalam beberapa tahun terakhir ini sejumlah orang meninggal ketika perahu penuh sesak yang mereka tumpangi tenggelam di tengah laut atau ketika mereka kehabisan makanan dan air bersih. Rute-rute berbahaya ini pun semakin sulit ditempuh ketika sebagian negara – seperti Malaysia – menutup pintu perbatasan mereka dan mengancam akan mengusir kembali perahu-perahu para pengungsi itu ke tengah laut. Malaysia mengambil langkah ini untuk melindungi lapangan kerja di negara mereka dan sekaligus mencegah merebaknya virus corona.

Kini sebagian warga Rohingya bergantung pada opsi ketiga yaitu pemukiman kembali di negara-negara kaya. “Saya hanya berharap dan berdoa bahwa suatu hari nanti keluarga saya dapat bermukim di negara Barat,” ujar Mohammed Nur, yang tinggal di kamp pengungsi Cox's Bazaar di Bangladesh. Nur sudah masuk dalam daftar mereka yang akan dimukimkan kembali dalam program sebelumnya.

Tetapi Bangladesh, yang selama puluhan tahu telah menerima gelombang warga Muslim-Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar, telah mengakhiri program pemukiman kembali pada tahun 2010 karena khawatir akan menjadi tempat bagi para pengungsi yang ingin pindah ke Barat. Jadi tidaknya program pemukiman kembali ini tergantung pada pemerintah Bangladesh.

Komisioner Urusan Pengungsi di Bangladesh Mahbud Alam Talukder mengatakan kepada Reuters bahwa fokus mereka kini pada repatriasi, tetapi kalau pun pemerintah memutuskan akan segera memulai kembali program itu, badannya belum siap untuk bekerjasama dengan negara-negara lain untuk memukimkan kembali para pengungsi. Badan itu mengatakan tergantung pada Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi UNHCR untuk meminta pemerintah Bangladesh kapan program pemukiman kembali itu akan dimulai. “Jika pemerintah Bangladesh memutuskan hal itu, kami siap mewujudkanya,” ujar Mahbud Alam Talukder.

Sejak tahun 2006 hingga 2010 sudah 920 warga Muslim-Rohingya yang dimukimkan kembali di negara-negara seperti Australia, Kanada dan Amerika.

Menteri Urusan Luar Negeri Bangladesh sejauh ini belum memberikan komentar. [em/ii]

Recommended

XS
SM
MD
LG