Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), telah membentuk tim investigasi independen terkait kesaksian terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman yang telah dihukum mati, sebagaimana disampaikan kepada Koordinator Kontras Haris Azhar.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli di Jakarta Rabu (10/8) menjelaskan, tim yang diketuai Inspektur Pengawas Umum Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Dwi Priyatno ini akan mencari fakta terkait adanya dugaan aliran uang Rp 90 miliar ke pejabat Polri dalam penanganan kasus narkoba Freddy Budiman.
"Ya ga tau, kan yang ngomong Freddy melalui pak Haris. Kita ingin buktikan. Kalo terbukti kita bilang, kalo ga terbukti kita bilang," ujar Boy. "Cuman kita ga bisa mengada-ngada atau mengurangi atau menambahkan. Untuk menjawab benar atau tidaknya Rp 90 miliar itu, itulah gunanya ada tim investigasi."
Boy menambahkan, proses investigasi masih dilakukan oleh tim investigasi yang juga beranggotakan unsur dari luar Polri seperti anggota Kompolnas Poengky Indrati dan Ketua Setara Hendardi. Fokusnya menurut Boy adalah dugaan penyuapan terhadap pejabat Polri.
"Berarti di sana kan ada gratifikasi lalu penyuapan. Nah perkara penyuapan yang mana kita fokus pada pejabat Mabes Polri saat ini. Jadi dicari. Tim itulah yang akan mencari. Mudah-mudahan ke depan ini. Dengan waktu dan keterlibatan unsur eksternal yang saya sampaikan bisa ditemukan dengan seobjektif mungkin. Komitmen kita, tidak akan melindungi anggota yang bersalah," tambahnya.
Tim investigasi ini lanjut Boy akan mengumumkan hasil penyelidikan semua kesaksian Freddy Budiman. Hasil kerja tim kemudian akan ditindaklanjuti oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
"Tim investigasi itu adalah penyelidikan. Yaitu mengumpulkan fakta-fakta. Bukan penyidikan," kata Boy. "Nanti penyidikannya di Bareskrim. Nanti ada timnya lagi. Semisal kaitan ama korupsi ya nanti di tipikor. Tim investigasi ini untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran hukum dari tuduhan yang dikatakan Freddy."
Sementara itu dalam kesempatan sama, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menjelaskan, terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman dalam kesaksiannya, tidak menyebutkan nama-nama pejabat Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan TNI yang diduga terkait kasus penyuapan.
"Kalau kesaksian Freddy Budiman tidak sebut nama. Jadi memang sama Freddy saya tidak dapat nama tapi dapat banyak hal. Ada yang tanya dilebih-lebihin gak ? Saya bilang, mudah-mudahan ada yang saya kurangi. Dalam rangka menjaga perasaan publik, dalam rangka menjaga perasaan pejabat publik di negara ini. Karena kalau saya tulis semuanya bisa lebih bikin kaget hati barangkali," kata Haris.
Sementara itu Bareskrim Mabes Polri menghentikan sementara penyelidikan terhadap Koordinator (KontraS) Haris Azhar terkait dengan upaya mengumpulkan fakta melalui tim independen. Kadiv Humas Polri Boy Rafli menjelaskan, Polri saat ini fokus untuk kerja Tim Investigasi.
"Saya katakan tadi di tunda dulu. Ditunda dulu jadi fokusnya di tim independen dulu. Jadi kita fokus untuk membuktikan kebenaran. Terhadap apa yang dikatakan Fredi kepda pak Haris," ujar Boy.
Haris dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan organisasi masyarakat Pemuda Panca Marga setelah mempublikasikan artikel hasil percakapannya bersama bandar sekaligus terpidana mati kasus narkotik Freddy Budiman. Cerita itu diberi judul Cerita Busuk dari Seorang Bandit.
Dalam artikel itu, Haris menyampaikan bahwa Freddy diduga memberikan upeti Rp450 miliar kepada oknum anggota BNN dan Rp90 miliar kepada oknum anggota Polri untuk memuluskan bisnis narkotiknya. Haris menyebutkan, Freddy juga bisa menikmati fasilitas kendaraan seorang jenderal TNI bintang dua untuk membawa narkotik dari Medan menuju Jakarta, tanpa gangguan apapun.