BEIJING —
Pertempuran terus berkecamuk di Suriah minggu ini sementara Inggris bergabung dengan Prancis untuk mengakui blok oposisi pemberontak Suriah yang baru dibentuk. Negara-negara lain termasuk Amerika belum mengakui kelompok itu, tetapi telah berulang kali menyerukan sanksi terhadap pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Meskipun tekanan semakin besar bagi Tiongkok untuk ikut mendesak digulingkannya Presiden Assad, posisi Tiongkok tetap tidak berubah.
Ketika ditanya tentang dukungan Inggris bagi oposisi Suriah, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Ying Chun mengatakan, Tiongkok selalu percaya bahwa resolusi politik adalah satu-satunya cara yang benar untuk mengatasi masalah Suriah. Dia mengatakan tindakan apapun oleh masyarakat internasional harus kondusif untuk mengakhiri semua kekerasan di Suriah, mendorong proses penyelesaian politik bagi masalah Suriah, dan menegakkan perdamaian serta stabilitas kawasan Timur Tengah.
Tiongkok telah dua kali memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan sanksi terhadap pemerintah Suriah. Sebagian analis mengatakan tekanan terhadap Tiongkok untuk mengambil sikap tegas dalam krisis internasional seperti situasi di Suriah akan tumbuh seiring dengan meningkatnya kekuatan ekonomi global dan pengaruh Beijing.
Tiongkok menghadapi dilema serupa di Libya mengenai apakah mendukung pemberontak atau sekutu lama pemerintah Tiongkok, Muammar Qaddafi. Rusia dan Tiongkok abstain dalam pemungutan suara resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberikan wewenang operasi udara oleh NATO di Libya. Resolusi itu yang menyebabkan intervensi NATO di negara itu dan jatuhnya rezim Qaddafi.
Tiongkok punya kepentingan ekonomi yang besar di Libya dengan investasi $18 miliar dalam proyek-proyek konstruksi. Libya juga menjadi tempat bagi 35.000 pekerja migran Tiongkok, yang harus diungsikan ketika perang berkecamuk.
Namun, kepentingan Tiongkok di Suriah sangat berbeda.
Meskipun Beijing mungkin lebih senang berada terutama di sisi luar konflik untuk sementara, Kerry Brown dari Universitas Sydney, Australia, mengatakan bahwa kekuatan pertumbuhan ekonominya berarti bahwa negara itu mungkin harus memainkan peran diplomatik yang lebih besar.
“Dapatkah kita melihat dunia di mana Tiongkok akan mulai terlibat dalam isu-isu tata kelola pemerintahan dan isu-isu pengiriman bantuan kemanusiaan, dan intervensi di kawasan-kawasan lain yang tidak secara langsung mempengaruhinya. Akankah kita, negara-negara Barat, khususnya Amerika, Eropa dan Australia, akan senang melihat hal itu? Di satu sisi mereka mungkin bersedia, tetapi di sisi lain apakah kita akan mengatakan Tiongkok menjadi terlalu menonjol?”
Dengan berlanjutnya pertumpahan darah di Suriah, tekanan internasional diperkirakan akan meningkat bagi Tiongkok untuk mendukung pemberontak Suriah. Anggota-anggota kelompok “Sahabat Suriah” yang mendukung oposisi Suriah, akan bertemu di Tokyo pada tanggal 30 November mendatang.
Meskipun tekanan semakin besar bagi Tiongkok untuk ikut mendesak digulingkannya Presiden Assad, posisi Tiongkok tetap tidak berubah.
Ketika ditanya tentang dukungan Inggris bagi oposisi Suriah, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Ying Chun mengatakan, Tiongkok selalu percaya bahwa resolusi politik adalah satu-satunya cara yang benar untuk mengatasi masalah Suriah. Dia mengatakan tindakan apapun oleh masyarakat internasional harus kondusif untuk mengakhiri semua kekerasan di Suriah, mendorong proses penyelesaian politik bagi masalah Suriah, dan menegakkan perdamaian serta stabilitas kawasan Timur Tengah.
Tiongkok telah dua kali memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan sanksi terhadap pemerintah Suriah. Sebagian analis mengatakan tekanan terhadap Tiongkok untuk mengambil sikap tegas dalam krisis internasional seperti situasi di Suriah akan tumbuh seiring dengan meningkatnya kekuatan ekonomi global dan pengaruh Beijing.
Tiongkok menghadapi dilema serupa di Libya mengenai apakah mendukung pemberontak atau sekutu lama pemerintah Tiongkok, Muammar Qaddafi. Rusia dan Tiongkok abstain dalam pemungutan suara resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberikan wewenang operasi udara oleh NATO di Libya. Resolusi itu yang menyebabkan intervensi NATO di negara itu dan jatuhnya rezim Qaddafi.
Tiongkok punya kepentingan ekonomi yang besar di Libya dengan investasi $18 miliar dalam proyek-proyek konstruksi. Libya juga menjadi tempat bagi 35.000 pekerja migran Tiongkok, yang harus diungsikan ketika perang berkecamuk.
Namun, kepentingan Tiongkok di Suriah sangat berbeda.
Meskipun Beijing mungkin lebih senang berada terutama di sisi luar konflik untuk sementara, Kerry Brown dari Universitas Sydney, Australia, mengatakan bahwa kekuatan pertumbuhan ekonominya berarti bahwa negara itu mungkin harus memainkan peran diplomatik yang lebih besar.
“Dapatkah kita melihat dunia di mana Tiongkok akan mulai terlibat dalam isu-isu tata kelola pemerintahan dan isu-isu pengiriman bantuan kemanusiaan, dan intervensi di kawasan-kawasan lain yang tidak secara langsung mempengaruhinya. Akankah kita, negara-negara Barat, khususnya Amerika, Eropa dan Australia, akan senang melihat hal itu? Di satu sisi mereka mungkin bersedia, tetapi di sisi lain apakah kita akan mengatakan Tiongkok menjadi terlalu menonjol?”
Dengan berlanjutnya pertumpahan darah di Suriah, tekanan internasional diperkirakan akan meningkat bagi Tiongkok untuk mendukung pemberontak Suriah. Anggota-anggota kelompok “Sahabat Suriah” yang mendukung oposisi Suriah, akan bertemu di Tokyo pada tanggal 30 November mendatang.