KAIRO —
Mohamed ElBaradei, tokoh simbolis Front Penyelamatan Nasional Mesir yang beroposisi, menyerukan aksi boikot dalam akun Twitter-nya. Ia mengatakan, tidak bersedia menjadi bagian "demokrasi pura-pura" di negaranya.
Mohamed ElBaradei hari Sabtu (23/2) mengatakan ia menolak ikut dalam Pemilu yang diserukan Presiden Mohamed Morsi, yang Islamis, awal pekan ini. ElBaradei, mantan kepala badan nuklir PBB, menggambarkan Pemilu sebagai "tindakan penipuan."
Presiden Morsi semula menyerukan pemungutan suara dimulai 27 April, tetapi anggota Kristen Koptik yang minoritas keberatan atas jadwal tersebut karena bersamaan dengan hari libur umat Kristen.
Untuk mengurangi keberatan mereka, Presiden Morsi hari Sabtu mengubah tanggal Pemilu. Jadwal Pemilu baru adalah 22 April, dengan pemungutan suara dijadwalkan berakhir akhir Juni dan parlemen baru dijadwalkan mengadakan sidang pertama pada 2 Juli.
Islamis telah memenangi setiap pemilihan sejak penggulingan mantan Presiden Hosni Mubarak.
Ketika itu, Partai Nasional Presiden Mubarak yang berkuasa memenangkan hampir semua kursi dalam pemilu yang dinodai oleh kecurangan meluas.
Juru bicara kelompok oposisi utama itu, Khaled Dawoud, menyatakan ke-11 partai yang tergabung dalam Front Penyelamatan Nasional akan bertemu hari Senin atau Selasa untuk membuat keputusan akhir mengenai posisi yang akan diambil.
Dawoud mengatakan semua partai itu khawatir pemerintahan Presiden Mohamed Morsi yang berhaluan Islam akan melakukan kecurangan pemilu yang sama seperti yang dilakukan Presiden Mubarak. Ia menegaskan, oposisi menginginkan jaminan dari Presiden Morsi bahwa kecurangan itu tidak akan terjadi.
Ia menanyakan bagaimana mungkin pemilu diadakan di Port Said apabila di kota itu masih berlangsung demonstrasi massal, dan bagaimana mungkin ada proses pemilu empat tahap apabila ada keragu-raguan bahwa hakim akan mengawasi pemilu itu?
Presiden Morsi mengeluarkan dekrit Kamis sore, menyatakan pemilu parlemen itu akan diadakan dalam empat tahap, dimulai 27 April. Berbagai kelompok oposisi mengeluh bahwa tahap-tahap pemilu itu sengaja dijadwalkan pada hari Minggu Palem dan Paskah, menurut penanggalan Koptik ortodoks.
Omar Ashour, yang mengajar ilmu politik pada Universitas Exeter di Inggris, menegaskan, pemilu yang diadakan sejak tergulingnya presiden Mubarak merupakan pemilu bersih, dan ia yakin pemilu mendatang juga akan bersih. “Mungkin oposisi yang terus menerus kalah dalam empat pemilu terakhir ingin mengacaukan pemilu itu. Mereka tidak mencari cara untuk berkuasa melalui pemilu, jadi satu-satunya cara mereka adalah dengan memboikot atau mengacaukan proses pemilu secara keseluruhan,” ungkap Ashour.
Ashour mengatakan hakim-hakim Mesir, yang menurutnya tidak bersahabat dengan Ikhwanul Muslimin. Dan para pemantau internasional yang akan mengawasi pemilu parlemen itu, menurut Ashour, akan menjamin pemilu itu adil.
Namun, sebagian besar hakim Mesir memboikot referendum konstitusi Desember lalu, yang menurut tokoh-tokoh oposisi tidak adil. Oposisi juga menuntut jaksa utama Mesir yang baru dipecat, karena diduga bersimpati dengan pemerintahan yang berhaluan Islam, dan menuntut pemerintahan persatuan nasional yang netral akan ditunjuk untuk mengawasi pemilu itu bulan April.
Pejabat-pejabat lain dalam blok oposisi Fron National Salvation yang dibawahkan ElBaradei mengatakan banyak anggota blok itu bersimpati pada ajakan boikot, tetapi belum ada keputusan apakah mereka akan ikut memboikot.
Mohamed ElBaradei hari Sabtu (23/2) mengatakan ia menolak ikut dalam Pemilu yang diserukan Presiden Mohamed Morsi, yang Islamis, awal pekan ini. ElBaradei, mantan kepala badan nuklir PBB, menggambarkan Pemilu sebagai "tindakan penipuan."
Presiden Morsi semula menyerukan pemungutan suara dimulai 27 April, tetapi anggota Kristen Koptik yang minoritas keberatan atas jadwal tersebut karena bersamaan dengan hari libur umat Kristen.
Untuk mengurangi keberatan mereka, Presiden Morsi hari Sabtu mengubah tanggal Pemilu. Jadwal Pemilu baru adalah 22 April, dengan pemungutan suara dijadwalkan berakhir akhir Juni dan parlemen baru dijadwalkan mengadakan sidang pertama pada 2 Juli.
Islamis telah memenangi setiap pemilihan sejak penggulingan mantan Presiden Hosni Mubarak.
Ketika itu, Partai Nasional Presiden Mubarak yang berkuasa memenangkan hampir semua kursi dalam pemilu yang dinodai oleh kecurangan meluas.
Juru bicara kelompok oposisi utama itu, Khaled Dawoud, menyatakan ke-11 partai yang tergabung dalam Front Penyelamatan Nasional akan bertemu hari Senin atau Selasa untuk membuat keputusan akhir mengenai posisi yang akan diambil.
Dawoud mengatakan semua partai itu khawatir pemerintahan Presiden Mohamed Morsi yang berhaluan Islam akan melakukan kecurangan pemilu yang sama seperti yang dilakukan Presiden Mubarak. Ia menegaskan, oposisi menginginkan jaminan dari Presiden Morsi bahwa kecurangan itu tidak akan terjadi.
Ia menanyakan bagaimana mungkin pemilu diadakan di Port Said apabila di kota itu masih berlangsung demonstrasi massal, dan bagaimana mungkin ada proses pemilu empat tahap apabila ada keragu-raguan bahwa hakim akan mengawasi pemilu itu?
Presiden Morsi mengeluarkan dekrit Kamis sore, menyatakan pemilu parlemen itu akan diadakan dalam empat tahap, dimulai 27 April. Berbagai kelompok oposisi mengeluh bahwa tahap-tahap pemilu itu sengaja dijadwalkan pada hari Minggu Palem dan Paskah, menurut penanggalan Koptik ortodoks.
Omar Ashour, yang mengajar ilmu politik pada Universitas Exeter di Inggris, menegaskan, pemilu yang diadakan sejak tergulingnya presiden Mubarak merupakan pemilu bersih, dan ia yakin pemilu mendatang juga akan bersih. “Mungkin oposisi yang terus menerus kalah dalam empat pemilu terakhir ingin mengacaukan pemilu itu. Mereka tidak mencari cara untuk berkuasa melalui pemilu, jadi satu-satunya cara mereka adalah dengan memboikot atau mengacaukan proses pemilu secara keseluruhan,” ungkap Ashour.
Ashour mengatakan hakim-hakim Mesir, yang menurutnya tidak bersahabat dengan Ikhwanul Muslimin. Dan para pemantau internasional yang akan mengawasi pemilu parlemen itu, menurut Ashour, akan menjamin pemilu itu adil.
Namun, sebagian besar hakim Mesir memboikot referendum konstitusi Desember lalu, yang menurut tokoh-tokoh oposisi tidak adil. Oposisi juga menuntut jaksa utama Mesir yang baru dipecat, karena diduga bersimpati dengan pemerintahan yang berhaluan Islam, dan menuntut pemerintahan persatuan nasional yang netral akan ditunjuk untuk mengawasi pemilu itu bulan April.
Pejabat-pejabat lain dalam blok oposisi Fron National Salvation yang dibawahkan ElBaradei mengatakan banyak anggota blok itu bersimpati pada ajakan boikot, tetapi belum ada keputusan apakah mereka akan ikut memboikot.