Presiden terpilih Donald Trump hari Jumat (2/12) berbicara lewat telepon dengan presiden Taiwan, suatu hal yang belum pernah terjadi selama puluhan tahun, dan kemungkinan besar akan membuat marah pemerintah China.
Tidak jelas apakah percakapan telpon antara Trump dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen itu merupakan usaha sengaja untuk melepaskan kebijakan resmi Amerika untuk mengakui hanya satu negara China.
Tapi yang jelas, hal itu akan membuat marah China, yang dijadikan banyak bahan pidato bombastis oleh Trump dalam masa kampanye pemilihan yang lalu. Juga banyak orang khawatir bahwa Trump sedang membuat terobosan kebijakan luar negeri yang sangat berbeda dengan yang selama ini berlaku.
China menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang suatu hari nanti akan kembali dipersatukan dengan Cina daratan, dan tiap langkah Amerika yang mencerminkan dukungan bagi kemerdekaan Taiwan pastilah akan memicu kemarahan China.
Trump dan Tsai mencatat “hubungan erat dalam bidang ekonomi, politik dan keamanan” antara Amerika dan Taiwan, menurut pernyataan yang dikeluarkan kantor presiden terpilih itu.
Presiden terpilih Trump juga mengucapkan selamat kepada Presiden Tsai yang dilantik untuk jabatan itu bulan Mei lalu.
Pejabat Gedung Putih mengatakan, pemerintah Amerika yang sekarang tidak mengubah sikapnya tentang hubungan dengan Taiwan.
“Tidak ada perubahan dalam kebijakan kita tentang hubungan China-Taiwan,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Emily Horne kepada wartawan.
“Kami akan tetap mempertahankan “politik satu China”, katanya, “dan kepentingan kita adalah adanya hubungan yang damai dan stabil antara kedua negara itu.”
Amerika memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan tahun 1979 dan mengakui Beijing sebagai satu-satunya pemerintah China, tapi tetap mempertahankan hubungan tidak resmi yang bersahabat dengan Taiwan. [ii/sp]