Konglomerat real estate Donald John Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat ke-45 setelah menang dalam pemilihan presiden yang digelar Selasa (8/11) waktu setempat.
Donald Trump, 70 tahun, akan menjadi penghuni Gedung Putih, kediaman resmi presiden Amerika selanjutnya setelah meraup lebih dari 270 suara elektoral, meninggalkan jauh lawannya, Hillary Clinton, calon presiden dari Partai Demokrat yang hanya memperoleh 228 suara elektoral.
Kemenangan Donald Trump, kandidat presiden dari kubu Republik, memang sangat mengejutkan banyak pihak. Donald Trump dikenal sangat kontroversial dalam kampanye-kampanyenya karena kerap membawa isu rasial.
Donald Trump, orang terkaya nomor 324 sejagat versi majalah Forbes 2016, pernah menyatakan akan memperketat penegakan undang-undang imigrasi dengan berencana membangun tembok di perbatasan Meksiko, untuk mencegah imigran gelap asal negara tetangga itu.
Setelah serangan teror di Paris November tahun lalu yang menewaskan 130 orang dan melukai 368 orang lainnya, Donald Trump menyerukan larangan sementara bagi imigran muslim ke Amerika Serikat. Namun, Trump kemudian mengoreksi pernyataannya, larangan tersebut hanya bagi imigran muslim dari negara-negara lumbung teroris.
Sikap anti-muslim inilah yang memicu kekhawatiran banyak negara muslim di dunia, termasuk Indonesia.
Menanggapi terpilihnya Donald Trump sebagai presiden mendatang Amerika, Din Syamsuddin, Ketua Center for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC) kepada wartawan, Rabu (9/11) menjelaskan hal itu merupakan hak rakyat Amerika dan Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi hasil pemilihan itu.
Din menilai terpilihnya Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dapat menimbulkan masalah baru antara Amerika dan dunia Islam yang mulai membaik semasa kepemimpinan Presiden Barack Obama.
"Kalau saya ditanya baik atau tidak, saya berada di tubuh umat Islam dan dunia Islam, memang ini (terpilihnya Donald Trump) bisa menimbulkan masalah baru antara Amerika dengan dunia Islam, selama ini ada masalah sejak Presiden George W. Bush mengadakan perang terhadap teror, dan agak sedikit membaik ketika Presiden Obama naik, sehingga anti-Amerika cukup kurang," ungkap Din.
Din yang juga presiden World Conference of Religions for Peace (WCRP) menilai kepemimpinan Donald Trump akan lebih parah dibandingkan dengan masa Presiden George W. Bush. Alasannya, menurut Din, sebelum terpilih sebagai presiden saja Donald Trump sudah menyampaikan pernyataan-pernyataan negatif, sinis soal imigran, termasuk pendatang muslim.
Din berharap setelah menjadi presiden, Donald Trump tidak akan mewujudkan pernyataan-pernyataan rasialnya semasa berkampanye.
"Setelah saya menjabat salah satu presiden dari World Conference of Religions for Peace (WCRP) yang berpusat di New York, mungkin akan kita diskusikan bagaimana tampilnya Amerika yang sekarang masih sebagai adidaya, jangan menimbulkan masalah besar bagi dunia, bagi peradaban dunia sebenarnya sudah rusak," tambah Din.
Sementara itu, mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB Makarim Wibisono menghargai pilihan rakyat Amerika yang memilih Donald Trump sebagai presiden Amerika berikutnya.
Dia menyarankan agar pemerintah mulai melakukan pendekatan proaktif terhadap presiden Amerika terpilih tersebut.
Clip Makarim: Berkaitan dengan latar belakang presiden Donald Trump yang belum memiliki record/rekaman tanggung jawabnya sebagai pejabat negara diperlukan suatu usaha proaktif agar Trump memiliki perspektif baru terhadap Asia Tenggara, Asia Timur yang kira-kira akan bermanfaat untuk stabilitas dan perdamaian di Asia.
Donald Trump menjadi presiden terpilih Amerika tertua setelah Ronald Reagan yang terpilih tahun 1980 pada usia 69 tahun. Donald Trump baru resmi menghuni Gedung Putih pada 20 Januari 2017. [fw/uh]