Presiden Donald Trump mengutuk gugatan 16 negara bagian yang menantang deklarasi darurat nasionalnya untuk membangun tembok perbatasan Amerika-Meksiko. Gugatan tersebut beralasan bahwa deklarasi presiden itu tidak konstitusional, dan berusaha mendapat perintah pengadilan yang akan mencegahnya bertindak sementara pengadilan memutuskan legalitasnya. Koresponden VOA di Gedung Putih Patsy Widakuswara melaporkan perkembangan terbaru tentang pertarungan hukum tersebut.
Serangkaian latihan oleh para agen patroli perbatasan Amerika berlangsung di dekat perbatasan dengan Meksiko awal bulan ini, ketika ribuan migran Amerika Tengah berusaha mencari suaka di Amerika Serikat.
Presiden Donald Trump menyebut aliran migran itu sebagai "invasi" dan menyatakannya sebagai keadaan darurat nasional.
Enam belas negara bagian menggugat deklarasi Trump itu.
Jaksa Agung negara bagian California Xavier Becerra memimpin gugatan itu. Dia mengatakan, "Presiden tidak memiliki wewenang untuk bertindak sembrono, mengambil wewenang negara demokrasi yang sudah berumur 240 tahun ini dan menggunakannya dengan cara yang tidak pernah diinginkan .”
Trump mengumumkan keadaan darurat nasional akhir pekan lalu, setelah Kongres menolak untuk memberikan dana untuk pembangunan tembok perbatasan, janji kampanye andalannya.
Di twitter, dia mencela gugatan itu dan menyalahkan Partai Demokrat. “Kami memiliki hak mutlak untuk melakukan itu. Saya memiliki hak mutlak demi keamanan nasional. Kita membutuhkan perbatasan yang kuat.”
Gugatan hukum itu berusaha memperoleh perintah pengadilan, yang berarti bahwa Trump kemungkinan tidak dapat membangun tembok perbatasan selagi kasusnya ditangani di pengadilan.
Scott Anderson dari Brookings Institution, lembaga studi kebijakan di Washington, D.C., mengatakan, “Jika pemerintah pergi ke properti seseorang, membangun sebagian tembok atau mengambil uang dan mulai membelanjakannya untuk kontraktor dan peralatan konstruksi, itu semua merupakan kegiatan sulit untuk dihentikan dan ditarik kembali. Jadi menurut pandangan saya para penggugat akan memiliki argumen yang cukup bagus, bahwa pemerintah perlu menunda pembangunan tembok, sampai gugatan hukum diselesaikan.”
Gugatan itu diajukan bersamaan dengan tuntutan hukum dari sejumlah organisasi nirlaba yang menentang deklarasi darurat Trump. Proses peradilan diperkirakan akan rumit.
Paul Schiff Berman, pakar hukum dari George Washington University di Washington, D.C., mengatakan, “Sebagian besar ketentuan dalam undang-undang federal untuk deklarasi darurat nasional sesungguhnya tidak memiliki banyak standar sebagai latar belakangnya, mengenai bagaimana kita menentukan apa yang darurat nasional dan apa yang bukan. Jadi, tidak jelas apakah ada standar yang bermakna secara hukum dan itu terus terang merupakan masalah dengan undang-undangnya sendiri.”
Untuk sampai pada keputusan final untuk kasus ini bisa memakan waktu berbulan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun, kata para pakar.
Kembali Scott Anderson dari lembaga nirlaba di Washington, D.C. berpendapat, "Pada titik mana sebuah Kongres baru, atau seorang presiden baru mungkin tidak terlalu berkomitmen terhadap agenda ini, ada juga kemungkinan bahwa Kongres akan memilih untuk mengambil tindakan yang mempersempit atau membatasi wewenang yang digunakan oleh presiden.”
Partai Demokrat di Kongres juga mempertimbangkan gugatan hukum untuk menantang deklarasi presiden itu, sehingga akan menambah lebih banyak rintangan bagi Trump untuk memenuhi janjinya membangun tembok. [lt/ab]