Presiden AS Donald Trump, Selasa (22/10) membandingkan penyelidikan pemakzulan oleh Kongres yang dipimpin partai Demokrat terhadapnya dengan lynching, hukuman mati tanpa proses pengadilan, suatu perangkat maut yang digunakan oleh kelompok pendukung supremasi kulit putih untuk lebih jauh menindas warga kulit hitam Amerika.
“Semua anggota Republik harus ingat apa yang mereka saksikan di sini, lynching,” tulis Trump dalam cuitan Selasa pagi. “Tetapi kita akan MENANG!”
Pernyataan kontroversial Trump itu segera mengundang kritik tajam dari para legislator dari fraksi Demokrat dan sedikitnya seorang anggota fraksi Republik.
“Apakah Anda membandingkan proses konstitusional dengan penganiayaan brutal yang MELUAS dan SISTEMATIS di NEGARA INI terhadap orang-orang seperti saya?” tanggap ketua Kaukus Anggota Kulit Hitam di Kongres Karen Bass di Twitter.
Senator South Carolina Lindsey Graham, seorang anggota partai Republik yang juga sekutu Trump, menyebut penggunaan istilah itu oleh presiden “cukup akurat.”
“Ini lelucon. Ini pura-pura, Dan ini adalah lynching politik,” ujarnya.
Tetapi pemimpin minoritas di DPR Kevin McCarty dari California menyatakan kehati-hatiannya. “Itu bukan bahasa yang akan saya gunakan,” ujarnya. “Saya tidak setuju dengan kata-kata seperti itu, sederhana saja.”
Penggunaan istilah itu oleh Trump mengingatkan orang akan era yang dimulai ketika perbudakan dihapuskan setelah Perang Saudara dan warga kulit hitam Amerika dibunuh secara brutal oleh massa kulit putih.
Organisasi nirlaba Equal Justice Initiative memperkirakan lebih dari 4.000 warga kulit hitam Amerika diketahui dikenai hukuman mati tanpa melalui prosedur pengadilan di 20 negara bagian antara tahun 1877 dan 1950.
Cuitan Trump muncul tidak lama sebelum seorang diplomat kawakan AS hadir di hadapan para legislator hari Selasa dalam penyelidikan pemakzulan oleh DPR AS, untuk menyelidiki tuduhan bahwa Presiden Donald Trump menahan bantuan militer untuk Ukraina apabila negara itu tidak membuka penyelidikan terhadap mantan wakil presiden Joe Biden dan putranya.
William Taylor, pejabat senior di Kedubes AS di Ukraina, akan memberi kesaksian tertutup mengenai serangkaian SMS dengan para pejabat lain yang menyatakan keprihatinan mengenai tindakan Gedung Putih. Taylor menulis bahwa “adalah gila menahan bantuan keamanan demi mendapatkan bantuan dengan kampanye politik.”
Deputi Asisten Menteri Pertahanan Laura Cooper, yang pernah bertugas untuk kebijakan mengenai Rusia dan Ukraina di Pentagon, dijadwalkan bersaksi hari Rabu.[uh/lt]