Mantan Presiden AS Donald Trump pada hari Senin (31/10) meminta Mahkamah Agung AS untuk campur tangan dalam perlawanannya untuk mencegah komite DPR AS mendapatkan akses ke laporan pengembalian pajaknya dengan alasan yang ia klaim bermotif politik.
Trump mengajukan permohonan darurat kepada MA untuk menunda keputusan pengadilan yang lebih rendah, yang mendukung permintaan Komite Cara dan Sarana DPR (House Ways and Means Committee) AS pimpinan politikus Demokrat untuk mengakses laporan pajak Trump sebagai bagian dari tugas legislatif mereka yang sah. Permohonan penundaan itu diajukan sementara pengacara Trump menyiapkan banding.
“Jika (keputusan itu) tetap diizinkan berlaku, maka hal itu akan merusak sistem pemisahan kekuasaan dan membuat kantor kepresidenan rentan terhadap tuntutan informasi yang bersifat invasif dari lawan politiknya di cabang legislatif,” tulis pengacara Trump, merujuk pada pemisahan kekuasaan di antara ketiga cabang pemerintahan AS: eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Perselisihan itu telah berlangsung sejak 2019, ketika komite itu menuntut Trump agar mengungkap laporan pengembalian pajaknya. Trump adalah presiden AS pertama dalam empat puluh tahun terakhir yang tidak mengungkap laporan pajaknya karena berniat merahasiakan rincian kekayaannya dan aktivitas perusahaannya, Trump Organization.
Dalam permohonannya, komite itu mengutip undang-undang federal yang memberi kekuasaan kepada ketua Komite Cara dan Sarana DPR AS untuk meminta laporan pengembalian pajak siapa pun dari IRS, otoritas perpajakan AS.
Anggota DPR AS dari Partai Demokrat mengatakan bahwa mereka memerlukan laporan pajak Trump untuk melihat apakah IRS mengaudit pengembalian pajak presiden dengan benar dan apakah undang-undang baru diperlukan. Pengacara Trump menyebut penjelasan itu sebagai “dalih” dan “tidak jujur,” dengan mengatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk menggali informasi yang dapat merusak Trump secara politis, yang sedang mempertimbangkan pencapresan kembali tahun 2024.
Hakim Distrik AS Trevor McFadden, yang ditunjuk oleh Trump saat masih menjabat sebagai presiden, memihak Kongres pada Desember 2021 dan ‘membuang’ kasus tersebut, dengan memutuskan bahwa komite DPR memiliki kewenangan luas terhadap laporan pengembalian pajak seorang mantan presiden.
Agustus lalu, Pengadilan Banding AS Sirkuit Distrik Columbia (DC) juga memberi keputusan yang menentang Trump, dengan kesimpulan bahwa “setiap presiden yang menjabat tahu bahwa ia akan tunduk pada undang-undang yang sama seperti semua warga negara lainnya setelah meninggalkan jabatan tersebut.” Pengadilan banding menolak persidangan ulang pada 27 Oktober lalu. [rd/jm]
Forum