Tunisia telah memindahkan ratusan migran Afrika sub-Sahara ke daerah terpencil di perbatasan dengan Libya, kata organisasi HAM lokal dan seorang anggota parlemen pada Rabu (5/7). Para saksi mata melaporkan puluhan migran lainnya dibawa pergi dengan menumpang kereta beberapa hari setelah kekerasan terjadi.
Kericuhan antara migran dan penduduk berlangsung selama sepekan di kota pelabuhan Sfax. Satu orang Tunisia terbunuh, kata polisi. Warga mengeluhkan perilaku tidak tertib para migran, sementara migran mengeluhkan pelecehan rasis.
Ribuan migran Afrika tanpa dokumen telah berbondong-bondong ke Sfax dalam beberapa bulan terakhir. Mereka ingin ke Eropa menggunakan perahu yang dioperasikan para penyelundup manusia, dan menjadi krisis migrasi yang belum pernah terjadi di negara Afrika Utara itu.
Ramadan Ben Omar dari Forum Hak Ekonomi dan Sosial Tunisia mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa polisi sudah mengirim ratusan migran, termasuk perempuan dan anak-anak pada pekan ini, dan menempatkan mereka dalam zona militer tertutup di perbatasan dengan Libya.
Anggota parlemen dari Sfax, Moez Barakallah, mengatakan bahwa pihak berwenang sudah memberikan makanan dan obat-obatan dan mengirim sekitar 1.200 orang dari migran tersebut ke beberapa area dekat perbatasan Libya dan Aljazair. Ia mengatakan petugas keamanan perbatasan telah mengambil alih tanggung jawab terhadap para migran itu dan akan memutuskan langkah lebih lanjut.
Ben Omar mengatakan aktivis HAM di Sfax telah melaporkan pemukulan terhadap para migran, pengusiran dari tempat tinggal yang mereka sewa, dan penahanan sewenang-wenang oleh penduduk setempat dalam beberapa hari terakhir sebelum polisi turun tangan dan memulihkan ketertiban.
Sejumlah video yang belum diverifikasi dan tersebar di media sosial menunjukkan pemuda Tunisia di Sfax yang menahan para migran, mengangkat tongkat, dan meminta mereka untuk mengulang, "Hidup Tunisia."
Kementerian dalam negeri tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Jumlah migran yang menyeberangi Laut Tengah dari Tunisia melonjak pada tahun ini setelah tekanan oleh Tunisia terhadap migran dari Afrika sub-Sahara yang tinggal di negara itu secara ilegal. Juga ada laporan mengenai serangan berdasarkan ras di tengah kemerosotan ekonomi.
Bulan lalu, ratusan penduduk Sfax memrotes kehadiran ribuan migran dan meminta pihak berwenang untuk mendeportasi mereka. Alasan mereka, Sfax tidak boleh menjadi kota pengungsi.
Tunisia berada di bawah tekanan Eropa untuk menghentikan sejumlah besar orang yang menyeberang dari pantainya. Tetapi Presiden Kais Saied mengatakan bahwa Tunisia tidak akan menjadi penjaga perbatasan dan tidak akan menerima imigran untuk bermukim di negaranya. [ss/ka]
Forum