Kapal perang Rusia yang melepas tembakan peringatan ke arah perahu nelayan Turki hari Minggu (14/12), adalah sinyal terbaru ketegangan bilateral yang meningkat.
Namun, yang mungkin lebih kuat tentang perubahan yang lebih permanen adalah upaya Turki mengakhiri ketergantungan energinya pada gas Rusia.
Sejak hubungan Turki-Rusia memburuk setelah Turki menembak jatuh jet tempur Rusia bulan lalu, Turki terus mencari alternatif pasokan energi, mulai dari Qatar sampai ke negara tetangganya, Azerbaijan, dan negara-negara lain.
Menurut konsultan Atilla Yesilada pada Global Source Partners, langkah itu menunjukkan hubungan kedua negara tidak akan pulih dalam waktu dekat.
"Konflik ini bersifat permanen karena Turki tidak berniat mengubah kebijakannya terhadap Suriah. Negara itu menyadari, pada akhirnya mereka perlu mengurangi ketergantungan pada sumber-sumber energi Rusia, yang saat ini merupakan 55 persen dari kebutuhan gas alam di Turki," ungkap Yesilada.
Pengamat mengingatkan, berdasar kontrak, Turki harus membeli gas Rusia untuk tiga tahun ke depan, dan akan perlu bertahun-tahun bagi pemasok baru membangun infrastruktur yang dibutuhkan guna memenuhi semua kebutuhan Turki.
Analis Yesilada mengatakan penandatanganan kontrak LNG dengan Qatar, sekutu negara Teluk, diambil untuk menghadapi kemungkinan Rusia memutuskan pasokan gas ke Turki untuk sementara.
"Kalau Rusia menggunakan alasan masalah teknis untuk memangkas pasokan dalam jangka pendek, Turki hanya punya cadangan gas alam untuk memenuhi dua sampai tiga hari kebutuhannya. Kita bisa menambah impor LNG, tetapi tidak punya cukup terminal di pelabuhan," ujar Yesilada.
Pemerintah Turki semakin dikecam karena tidak membangun infrastruktur untuk mendukung strategi energi yang lebih bervariasi.
Tetapi kolumnis politik koran Cumhuriyet, Semih Idiz berpendapat, tujuan diversifikasi jangka panjang Turki menghadapi tantangan besar.
"Turki tampaknya akan mengandalkan pemenuhan kebutuhannya pada Azerbaijan, dan mungkin beberapa negara di Asia Tengah, tetapi orang lupa betapa negara-negara itu sangat bergantung pada Rusia, sangat berada dibawah bayang-bayang Rusia. Jadi, Turki betul-betul akan kesulitan mendapat pengganti Rusia," kata Idiz.
Turki juga mengandalkan Kurdistan di Irak untuk memenuhi sebagian kebutuhan energinya, tetapi pasokan dari negara itu pun bisa terancam kelompok pemberontak Kurdi, PKK, yang diperangi pasukan Turki. Pengamat memperingatkan, diversifikasi energi menjadi salah satu tantangan paling sulit dan paling penting yang dihadapi Turki. [ka/ii]