Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, Selasa (24/1), pihaknya memanggil duta besar Belanda menyusul demonstrasi yang menarget kitab suci Al-Qur'an, beberapa hari setelah protes serupa di Swedia yang membuat hubungan tegang.
Edwin Wagensveld, pemimpin Belanda dari gerakan sayap kanan Pegida di Belanda, pada hari Minggu merobek lembaran-lembaran Al-Qur'an di dekat parlemen Belanda dan menginjak robekan-robekan tersebut. Polisi melihat kejadian itu tetapi tidak melakukan intervensi.
“Ini tentang kebebasan berekspresi dan saya kira ini seharusnya mungkin dilakukan di Belanda,'' kata Wagensveld dalam video yang diposting di situs surat kabar Belanda Algemeen Dagblad.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan dalam pernyataannya bahwa pihaknya mengutuk "serangan keji" itu, yang menurutnya sebagai bukti Islamofobia, diskriminasi dan xenofobia di Eropa. Kementerian itu mengatakan kepada duta besar Belanda bahwa mereka mengharapkan tindakan pencegahan yang nyata untuk tidak mengizinkan demonstrasi serupa di masa depan, dan pihak berwenang mengambil tindakan terhadap Wagensveld.
Hubungan antara Turki dan Belanda terpuruk pada 2017 ketika otoritas Belanda melarang pejabat Turki berkampanye untuk referendum di kalangan diaspora Turki di sana. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperburuk situasi dengan menyamakan Belanda dengan Nazi. Kedua negara kemudian menarik pulang duta besar masing-masing.
Pada hari Sabtu, seorang aktivis anti-Islam sayap kanan membakar Al-Qur'an di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Turki mengutuk keras tindakan tersebut dan Swedia karena mengizinkan demonstrasi itu. Erdogan menyatakan, Swedia kini tidak bisa mengharapkan adanya dukungan dari Turki untuk menjadi anggota NATO. [ab/uh]
Forum