Utusan Khusus AS untuk Suriah James Jeffrey mengatakan Turki bertekad melancarkan ofensif terhadap Kurdi di Suriah Utara tanpa menghiraukan kehadiran pasukan AS di kawasan tersebut. Ia mengatakan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat dalam sidang dengar keterangan hari Selasa (22/10) bahwa sebagian tentara AS masih berada di Suriah, bekerjasama dengan Pasukan Demokratis Suriah yang dipimpin Kurdi dan bahwa pemerintah sedang berupaya membuat gencatan senjata temporer menjadi permanen.
Para legislator AS menyatakan prihatin mengenai pasukan pemerintah Suriah, Iran dan Rusia, yang bergerak untuk mengisi kekosongan setelah pasukan AS ditarik.
Para pemimpin Rusia dan Turki Selasa mencapai kesepakatan untuk berbagi pengawasan atas daerah perbatasan Suriah yang mengharuskan para pejuang Kurdi meninggalkan seluruh daerah perbatasan Suriah-Turki. Kesepakatan itu tidak mencakup daerah-daerah yang telah diduduki pasukan Turki.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, "Kedua negara akan menerapkan tindakan mencegah kebocoran teroris dan mekanisme gabungan akan dibentuk untuk mengawasi kepatuhan terhadap perjanjian ini.”
Senator Bob Menendez, anggota Demokrat dari New Jersey, mengritik sekutu AS di NATO itu karena membuat kesepakatan dengan Moskow. Ia mengemukakan, "Jika ada keraguan sebelumnya, niat Presiden Erdogan jelas: misi pembersihan etnis di bagian timur laut Suriah dengan mengorbankan stabilitas regional yang lebih luas, termasuk perang melawan ISIS serta kemitraan dan kerjasama dengan AS dan sekutu-sekutu NATO lainnya.”
Dalam dengar keterangan hari Selasa, para anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat menuduh Presiden AS Donald Trump membuat warga Kurdi Suriah rentan terhadap serangan Turki. Utusan Khusus AS untuk Suriah James Jeffrey menegaskan bahwa Turki telah berencana menyerang meskipun AS telah memperingatkan agar tidak melakukan hal tersebut.
Jeffrey mengemukakan, "Kami memberitahu Turki apa yang persisnya akan terjadi. Mereka tidak akan mencapai banyak dalam ofensif ini, dan mereka belum melangkah terlalu jauh. Sebagaimana yang Anda lihat, mereka kini memiliki perjanjian gencatan senjata dengan kita dan Rusia. Dan kami memberitahu mereka persisnya bagaimana ini akan berjalan, bahwa tidak masuk akal untuk bertarung, mengacak-acak seluruh situasi di Suriah Timur Laut, untuk melakukan sesuatu yang tidak mampu mereka raih.”
PBB menyatakan ofensif Turki di Suriah Utara telah menelantarkan lebih dari 176 ribu orang dan merusak banyak infrastruktur penting. Bahkan sejumlah anggota partainya Trump sendiri telah meminta pemerintah untuk mengurangi kerusakan yang terjadi akibat penarikan pasukan AS.
Tetapi Senator Republik Rand Paul, Selasa (22/10) menghalangi untuk kedua kalinya pemungutan suara di Senat bagi resolusi yang telah diloloskan oleh DPR, yang secara resmi menentang strategi Trump di Suriah. Pemimpin mayoritas di Senat Mitch McConnell telah menyatakan bahwa resolusi itu terlalu lemah dan ia mengajukan legislasi rancangannya sendiri.
Senator McConnell mengatakan, "Menurut pandangan saya sendiri, ini adalah waktu yang tepat untuk masuk ke Suriah Timur dan juga menyatakan tentang ketidakpatutan pengurangan pasukan di Afghanistan seperti yang dilakukan Presiden Obama di Irak, yang jelas-jelas merupakan kekeliruan dan menyebabkan kebangkitan ISIS di daerah itu.”
Pemerintahan Trump menyatakan sebagian tentara AS masih berada di Suriah untuk mencegah jatuhnya ladang-ladang minyak ke tangan ISIS dan kelompok-kelompok teroris lainnya. [uh/lt]