Pada tahun 2006, salah seorang pendiri Twitter, Jack Dorsey, mengirim cuitan pertamanya. Sulit dipercaya jaringan sosial ini, bulan ini berusia 15 tahun dan cuitan pertama itu, saat ini menghasilkan $2,5 juta dolar pada lelang online.
Diawali sebagai mikroblog dengan postingan sepanjang 140 karakter, Twitter telah menjadi megafon untuk selebriti, pemimpin dunia, dan aktivis di seluruh dunia.
“Twitter secara harfiah, kita tahu, telah menjadi semacam kebersamaan digital atau ruang publik di mana orang bisa berinteraksi. Twitter juga sangat sederhana dalam hal tampilan, sesuatu yang mereka pertahankan selama ini," jelas Dhiraj Murthy.
Dhiraj Murthy, profesor sebuah Universitas Texas di Austin dan penulis dua buku mengenai Twitter, mengatakan ada tingkat demokratisasi tertentu yang tetap menarik bagi pengguna.
“Orang bisa sangat jujur dan bisa mendapatkan tanggapan dengan sangat cepat dan bisa mendapatkan tanggapan dari orang yang mungkin belum pernah menanggapi mereka sebelumnya," paparnya.
Kecepatan dan skala penyebaran informasi di Twitter juga berperan penting dalam gerakan sosial di seluruh dunia.
“Para pendiri gerakan Black Lives Matter mengatakan tidak akan ada gerakan Black Lives Matter tanpa media sosial. Itu juga merupakan katalis, ini jelas selama Pergolakan Arab, Revolusi Salju di Rusia, gerakan protes di Hong Kong dan tempat lain di Ukraina," kata Sinan Aral, dari MIT Initiative on the Digital Economy.
Tetapi janji akan komunikasi tanpa batas telah memunculkan teori konspirasi dan informasi yang salah, imbuhnya.
“Kami mempelajari data mereka selama sepuluh tahun dan kami menemukan bahwa berita bohong menyebar lebih jauh, lebih cepat, lebih dalam dan lebih luas daripada kebenaran dalam setiap kategori informasi dan berita bohong politik adalah yang paling viral," jelas Sinan Aral.
Situasi itu menyebabkan seorang tokoh publik dilarang tahun ini.
"Saya rasa apa yang benar-benar perlu mereka prioritaskan dan pikirkan ke depannya adalah bagaimana Twitter akan menghadapi kebangkitan Donald Trump berikutnya. Dan sangat sulit jika kita memiliki tokoh semacam itu yang mungkin berdampak sangat baik bagi bisnis," kata Irina Raicu, Program Etika Internet Universitas Santa Clara.
Tetapi, dengan tidak adanya peraturan pemerintah, ahli etika internet Irina Raicu mengatakan Twitter memang bertanggung jawab untuk memoderasi konten.
“Dan akan sangat sulit, dalam konteks beberapa negara, untuk bertindak seperti platform ini, yang menurut saya, diinginkan negara untuk memungkinkan jenis percakapan yang ingin diaktifkannya," lanjut Irina.
Namun satu hal yang disetujui oleh banyak kritikus adalah pada hari jadi Twitter yang ke-15, perusahaan itu, yang pernah menyebut diri sebagai sayap kebebasan berbicara dari partai kebebasan berbicara, masih harus melakukan beberapa hal lagi. [my/ka]