Para pejabat Ukraina menolak keras tuntutan Rusia agar tentara Ukraina di Mariupol meletakkan senjata dan mengibarkan bendera putih, Senin (21/3). Sebagai gantinya, Rusia akan membuka jalur aman untuk keluar dari kota pelabuhan strategis yang terkepung.
Menurut sejumlah pejabat Ukraina seperti dikutip oleh the Associated Press, Rusia sudah menyerang kota yang terkepung di selatan Laut Azov. Serangan Rusia itu menghantam sebuah sekolah seni yang menjadi tempat berlindung bagi sekitar 400 orang. Serangan tersebut terjadi hanya dua jam sebelum Rusia menawarkan membuka dua koridor untuk keluar dari kota itu dan sebagai balasannya, tentara Ukraina harus menyerah.
Para pejabat Ukraina menolak tawaran jalur aman keluar dari Mariupol yang diajukan Rusia bahkan sebelum tenggat untuk memberi jawaban pada pukul 05.00 pagi waktu setempat yang ditetapkan oleh Moskow.
Wakil PM Ukraina Irina Vereshchuk menolak tuntutan Rusia dan mengatakan Rusia harus membuka koridor-koridor kemanusiaan bagi orang-orang untuk dapat meninggalkan Mariupol.
“Tidak akan ada pembicaraan mengenai menyerah, meletakkan senjata. Kami telah memberitahu pihak Rusia mengenai ini,” kata Vereshchuk kepada media berita Ukrainian Pravda.
Kolonel Jenderal Rusia Mikhail Mizintsev menawarkan dua koridor. Satu koridor ke arah timur menuju Rusia dan satu lagi ke barat menuju wilayah lain di Ukraina. Dia tidak mengatakan apa rencana Rusia bila tawaran itu ditolak.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, seperti dilaporkan kantor berita Rusia, RIA Novosti, bahwa para pihak berwenang di Mariupol bisa dihadapkan ke pengadilan militer jika mereka berpihak kepada apa yang digambarkan sebagai “bandit-bandit.”
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyebut tindakan Rusia di Mariupol “mengerikan.” “Apa yang terjadi di Mariupol merupakan kejahatan perang besar-besaran. Menghancurkan semua, membombardir dan membunuh semua orang dengan cara membabi buta,” kata Borrell sewaktu para menteri luar negeri Uni Eropa berkumpul di Brussels.
Serangan semalam menghantam sebuah pusat perbelanjaan di Kyiv, menewaskan sedikitnya empat orang, sementara wali kota Kyiv Vitali Klitschko mengumumkan jam malam baru hingga Rabu pagi.
Upaya-upaya untuk mengevakuasi warga sipil dari Mariupol dan kota-kota lainnya di Ukraina sejauh ini gagal atau hanya sebagian yang berhasil di tengah pengeboman, sementara warga sipil berusaha menyelamatkan diri.
Pertempuran untuk memperebutkan Mariupol masih berlangsung intens, bahkan ketika serangan Rusia di beberapa wilayah menemui kegagalan. Dari kegagalan serangan Rusia, para pengamat dan pemerintah sejumlah negara Barat melihat konflik yang luas itu akan berubah menjadi perang terbatas.
Kejatuhan Mariupol bisa menyatukan pasukan Rusia yang ditempatkan di selatan dan timur Ukraina. Namun, para pengamat militer Barat mengatakan bahkan jika kota yang terkepung itu direbut, pasukan yang bertempur untuk mengambil alih kekuasaan mungkin sudah terlalu terkuras untuk membantu Rusia membobol medan pertempuran lainnya.
Kementerian Pertahanan Inggris melaporkan pertempuran hebat di bagian utara Kyiv pada hari Senin, tetapi gerak maju pasukan Rusia ke arah ibu kota telah terhenti dengan sebagian besar pasukan Rusia masih berada lebih dari 25 kilometer dari pusat kota.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksyy mengatakan kepada Fareed Zakaria dari CNN dalam wawancara yang ditayangkan hari Minggu (21/3) bahwa kegagalan mencapai kesepakatan yang dirundingkan dengan Rusia “akan berarti bahwa ini adalah Perang Dunia ke-3.”
Zelenskyy telah menyerukan perundingan perdamaian yang komprehensif dengan Moskow yang memulihkan integritas teritorial dan memberi keadilan bagi Ukraina.
Ketua tim perunding Rusia mengatakan dalam beberapa hari belakangan ini bahwa para pihak telah semakin dekat ke kesepakatan mengenai masalah Ukraina membatalkan upayanya untuk bergabung dengan NATO dan menetapkan status netral. Tetapi juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada para wartawan hari Senin (21/3) bahwa perlu ada lebih banyak kemajuan sebelum Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin dapat bertemu untuk berkomitmen pada suatu kesepakatan.
Para pemimpin AS, Prancis, Jerman, Italia dan Inggris dijadwalkan berpartisipasi dalam konferensi melalui telepon hari Senin (21/3) untuk membahas apa yang oleh Gedung Putih disebut sebagai “tanggapan terpadu mereka terhadap serangan tak beralasan dan tidak dapat dibenarkan terhadap Ukraina.”
Pertemuan ini berlangsung beberapa hari menjelang KTT NATO, pertemuan G-7 dan KTT Dewan Eropa yang semuanya berfokus pada situasi di Ukraina. [ft/rs], [uh/ab]