MAGELANG —
Rangkaian peringatan nasional hari Waisak tahun 2558 Budhist Era yang bertepatan dengan tahun 2014 bagi umat Buddha seluruh Indonesia bersama perwakilan dari 20 negara berlangsung sejak Selasa sore (13/5) hingga Kamis dini hari (15/50.
Di Candi Mendut yang berjarak sekitar enam kilometer dari candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, umat Buddha memulai rangkaian upacara dengan persemayaman air suci dan api abadi. Air sebagai simbol kesucian diambil dari Umbul Jumprit di Kabupaten Temanggung dan api sebagai symbol penerangan dan semangat diambil dari sumber api abadi di Mrapen, Purwodadi, Jawa Tengah.
Setelah disimpan satu malam dan dilakukan pradaksina -- berdoa sambil mengelilingi candi Mendut -- air dan api beserta perlengkapan upacara lainnya dibawa dalam suatu prosesi di Candi Borobudur Rabu sore (14/5).
Di Candi Borobudur, Rabu malam berlangsung dua kegiatan, yaitu upacara seremonial yang berlangsung di Taman Lumbini dan dihadiri Wakil Presiden Boediono dan Ibu Herawati Boediono serta para pejabat lokal.
Sedangkan upacara detik-detik Waisak Waisak di pelataran Candi Borobudur berlangsung pukul 2:15:39, mengenang tiga peristiwa penting sang Buddha yaitu saat lahir, mendapatkan pencerahan dan meninggal dunia.
Arief Harsono, ketua panitia Waisak dari Perwalian Agama Buddha (WALUBI) menekankan makna cinta kasih yang diajarkan sang Buddha.
”Cinta kasih yang diajarkan oleh sang Buddha adalah cinta kasih yang universal yang melihat semua makhluk adalah sama, tidak berbeda. Menuntut dan membimbing semua manusia untuk melenyapkan kebodohan dan penderitaan. Juga mengajarkan berbagai metode untuk memperoleh kebahagian dan keselamatan,” ujarnya.
Wakil Presiden Boediono dalam sambutannya juga mengingatkan pentingnya nilai-nilai universal ajaran sang Buddha yang masi relevan untuk membangun bangsa Indonesia yang majemuk.
“Nilai-nilai universal dari Dharma sang Buddha sungguh semakin penting artinya bagi kita dalam membangun bangsa yang majemuk dan sejahtera. Membangun bangsa yang maju dan sejahtera memang memerlukan perjuangan, pengorbanan dan kerjakeras dari kita. Bagi masyarakat majemuk upaya itu harus selalu didasari oleh semangat persatuan,” ujarnya.
Sementara itu, gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berjanji untuk membantu mengurus pemberian akses bagi semua ummat Buddha agar lebih mudah melakukan ibadah di candi Borobudur.
“Permintaan pada malam hari ini yang tadi disampaikan sebagai aspirasi dari ummat Buddha yang hari ini berkumpul di sini bukan saja dari Indonesia tetapi juga dari seluruh dunia. Maka saya akan membantu agar aspirasi ini bisa diwujudkan… suatu akses tempat ibadah yang ada di candi Borobudur ini,” ujarnya.
Puja Bhakti atau atau doa maupun meditasi di pelataran candi Borobudur yang diwakili setidaknya sembilan aliran agama Buddha berlangsung hingga sekitar pukul 4 pagi Kamis (15/5) diakhiri dengan pelepasan ribuan lampion yang didatangkan dari Thailand.
Di Candi Mendut yang berjarak sekitar enam kilometer dari candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, umat Buddha memulai rangkaian upacara dengan persemayaman air suci dan api abadi. Air sebagai simbol kesucian diambil dari Umbul Jumprit di Kabupaten Temanggung dan api sebagai symbol penerangan dan semangat diambil dari sumber api abadi di Mrapen, Purwodadi, Jawa Tengah.
Setelah disimpan satu malam dan dilakukan pradaksina -- berdoa sambil mengelilingi candi Mendut -- air dan api beserta perlengkapan upacara lainnya dibawa dalam suatu prosesi di Candi Borobudur Rabu sore (14/5).
Di Candi Borobudur, Rabu malam berlangsung dua kegiatan, yaitu upacara seremonial yang berlangsung di Taman Lumbini dan dihadiri Wakil Presiden Boediono dan Ibu Herawati Boediono serta para pejabat lokal.
Sedangkan upacara detik-detik Waisak Waisak di pelataran Candi Borobudur berlangsung pukul 2:15:39, mengenang tiga peristiwa penting sang Buddha yaitu saat lahir, mendapatkan pencerahan dan meninggal dunia.
Arief Harsono, ketua panitia Waisak dari Perwalian Agama Buddha (WALUBI) menekankan makna cinta kasih yang diajarkan sang Buddha.
”Cinta kasih yang diajarkan oleh sang Buddha adalah cinta kasih yang universal yang melihat semua makhluk adalah sama, tidak berbeda. Menuntut dan membimbing semua manusia untuk melenyapkan kebodohan dan penderitaan. Juga mengajarkan berbagai metode untuk memperoleh kebahagian dan keselamatan,” ujarnya.
Wakil Presiden Boediono dalam sambutannya juga mengingatkan pentingnya nilai-nilai universal ajaran sang Buddha yang masi relevan untuk membangun bangsa Indonesia yang majemuk.
“Nilai-nilai universal dari Dharma sang Buddha sungguh semakin penting artinya bagi kita dalam membangun bangsa yang majemuk dan sejahtera. Membangun bangsa yang maju dan sejahtera memang memerlukan perjuangan, pengorbanan dan kerjakeras dari kita. Bagi masyarakat majemuk upaya itu harus selalu didasari oleh semangat persatuan,” ujarnya.
Sementara itu, gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berjanji untuk membantu mengurus pemberian akses bagi semua ummat Buddha agar lebih mudah melakukan ibadah di candi Borobudur.
“Permintaan pada malam hari ini yang tadi disampaikan sebagai aspirasi dari ummat Buddha yang hari ini berkumpul di sini bukan saja dari Indonesia tetapi juga dari seluruh dunia. Maka saya akan membantu agar aspirasi ini bisa diwujudkan… suatu akses tempat ibadah yang ada di candi Borobudur ini,” ujarnya.
Puja Bhakti atau atau doa maupun meditasi di pelataran candi Borobudur yang diwakili setidaknya sembilan aliran agama Buddha berlangsung hingga sekitar pukul 4 pagi Kamis (15/5) diakhiri dengan pelepasan ribuan lampion yang didatangkan dari Thailand.