PBB mengatakan hak-hak perempuan telah meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini, tetapi ketidaksetaraan dan kekerasan gender dalam keluarga masih saja ada.
UN Women, yang dikenal sebagai "Entitas PBB Bagi Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan,” pada Selasa (25/6) merilis laporan tahunan “Kemajuan Perempuan Dunia.”
Laporan itu mengidentifikasi cara-cara di mana "keluarga dapat menjadi tempat merawat, tetapi sekaligus konflik, ketidaksetaraan dan yang juga terlalu sering terjadi, yaitu kekerasan.’’
Laporan itu mengatakan tiga juta perempuan tinggal di tempat-tempat di mana perkosaan dalam perkawinan tidak dianggap sebagai kejahatan.
Satu dari lima negara memiliki hukum waris yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Sementara di 19 negara, perempuan diharuskan patuh pada suami. "Sekitar sepertiga perempuan yang menikah di negara-negara berkembang dilaporkan hanya memiliki sedikit suara atau bahkan tidak sama sekali tentang layanan kesehatan bagi mereka sendiri,’’ tambah laporan itu.
Dalam penjelasan singkat pada pers, Selasa (25/6), Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka mengatakan kepada wartawan bahwa "keluarga dalam semua keragaman mereka, dapat menjadi pendorong fisik kesetaraan gender hanya jika pengambil keputusan mengeluarkan kebijakan yang berakar pada realitas tentang bagaimana orang hidup hari ini, di mana hak-hak perempuan menjadi intinya.’’
Laporan itu mencatat kemajuan dalam banyak hal. Disampaikan bahwa usia perempuan untuk menikah sudah meningkat, sementara angka kelahiran sudah turun.
“Ini membuat jumlah perempuan yang melanjutkan pendidikan di sekolah meningkat, sehingga memiliki peluang yang lebih baik di pasar tenaga kerja, dan mampu menopang diri mereka sendiri secara finansial untuk jangka waktu yang lebih lama pula,” ujar Shahra Razavi, Kepala Riset dan Data di UN Women.
Laporan itu juga mengatakan bahwa keluarga gay menjadi “semakin banyak” di dunia.
Soal lapangan kerja, laporan ini menyoroti sejumlah perbedaan, di mana perempuan yang sudah menikah kurang berpartisipasi secara signifikan dalam angkatan kerja. Laporan itu menuduh bahwa perbedaan ini karena “perempuan harus melakukan pekerjaan rumah tangga dan layanan tidak berbayar lainnya tiga kali lebih besar dibanding laki-laki karena tidak adanya layanan perawatan yang terjangkau.”
UN Women juga menyampaikan delapan agenda kebijakan yang mencakup hukum non-diskriminatif, layanan publik yang dapat diakses, jalur bagi perempuan untuk dapat memiliki penghasilan sendiri. Menurut UN Women, sebagian besar negara dapat memberlakukan kebijakan yang direkomendasikan ini bagi kurang dari lima persen PDB nasional.
“Laporan itu menyerukan kepada para pembuat kebijakan, aktivis dan semua lapisan masyarakat untuk merombak keluarga menjadi tempat kesetaraan dan keadilan,” demikian laporan yang dikeluarkan pada Selasa itu. [em/al]