Para pengunjuk rasa, sebagian membawa perisai buatan sendiri berwarna putih dengan lambang salip merah, berusaha menuju gedung Dewan Nasional di ibukota, Caracas.
Para pemimpin oposisi telah berjanji akan terus melakukan protes, yang telah berlangsung selama lebih dari satu bulan dan menelan 32 korban jiwa. Mereka menuntut agar Maduro meletakkan jabatan, karena ia dianggap sebagai penyebab ambruknya perekonomian negara itu.
Presiden Maduro menuduh lawan-lawan politiknya berusaha menggulingkannya secara melawan hukum, dan mengatakan protes-protes yang diwarnai kekerasan mengharuskannya merombak pemerintah.
"Dengan keras saya mengecam pemberontakan bersenjata, fasis, dan anti rakyat yang mengangkat senjata melawan Republik, dan Republik berhak membela diri dari terorisme, dan kami akan membela diri dari terorisme,” kata Presiden Maduro.
Demikian presiden Maduro yang telah mengumumkan sidang Majelis Konstitusi, dengan dalih demi menciptakan perdamaian di negara yang dikoyak masalah seperti inflasi di atas 100 persen, kelangkaan pangan, dan tingkat kejahatan yang melejit.
Langkah-langkah Maduro menuai kecaman dari negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat, yang memperingatkan bahwa mungkin akan memberlakukan lebih banyak sanksi terhadap para pejabat Venezuela.
Hari Rabu (3/5) sekelompok senator Amerika yang dipimpin Ben Cardin dari Fraksi Demokrat dan Marco Rubio dari Fraksi Republik mengajukan rancangan undang-undang “untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Venezuela.”
Rancangan undang-undang itu mencakup pendanaan untuk bantuan obat dan pangan yang sangat dibutuhkan, dengan bantuan teknis untuk mempermulus distribusi. Rancangan undang-undang itu juga menetapkan pelaporan intelijen mengenai korupsi dan perdagangan narkotika oleh para pejabat pemerintah Venezuela. [ds]