Uskup agung Yerusalem, Senin (16/5), mengutuk pemukulan polisi terhadap para pelayat yang membawa peti mati jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh. Ia menuduh pihak berwenang melanggar HAM dan tidak menghormati Gereja Katolik.
Pierbattista Pizzaballa mengatakan kepada wartawan di Rumah Sakit St. Joseph di Yerusalem bahwa insiden yang terjadi pada Jumat, yang disiarkan ke seluruh dunia, adalah "penggunaan kekuatan yang tidak proporsional" kepada ribuan orang Palestina yang mengibarkan bendera dari rumah sakit ke gereja Katolik terdekat di kawasan Kota Tua di Yerusalem.
Serangan itu memicu kecaman di berbagai penjuru dunia dan menambah keterkejutan dan kemarahan atas tewasnya Abu Akleh sewaktu ia meliput baku tembak di Tepi Barat.
Serangan polisi itu, kata Pizzaballa kepada wartawan, “merupakan pelanggaran berat terhadap norma dan peraturan internasional, termasuk HAM untuk kebebasan beragama, yang harus diperhatikan juga di ruang publik.” Ia mengatakan hal tersebut sewaktu para pemimpin dan pendeta dari gereja-gereja Kristen lainnya duduk di dekatnya.
Belum ada tanggapan dari Israel terkait pernyataan Pizzaballa tersebut.
Israel dan Palestina terlibat perang narasi soal tewasnya Abu Akleh. Reporter itu -- seorang Palestina-Amerika yang beragama Katolik – tewas tertembak, Rabu pekan lalu, saat meliput serangan militer Israel di kamp pengungsi Jenin. Perempuan yang telah berpengalaman sebagai wartawan selama 25 tahun itu mengenakan rompi biru yang ditandai dengan tulisan Pers'' saat insiden itu terjadi.
Abu Akleh terkenal di dunia Arab, karena sering mendokumentasikan kesulitan hidup orang-orang Palestina di bawah kekuasaan Israel.
Sejumlah pejabat dan saksi Palestina, termasuk wartawan yang bersamanya, mengatakan ia tewas akibat tembakan tentara. Militer Israel pada awalnya mengatakan bahwa orang-orang bersenjata Palestina kemungkinan bertanggung jawab atas kematiannya, namun kemudian mengubah pernyataannya. Militer Israel kini mengatakan, tidak jelas siapa yang menembakkan peluru mematikan itu.
Setelah kegemparan internasional atas kekerasan pada prosesi pemakaman, polisi Israel meluncurkan penyelidikan atas perilaku petugas yang menyerang para pelayat, dan menyebabkan pengusung jenazah hampir menjatuhkan peti matinya.
Israel telah menyerukan penyelidikan bersama dengan Palestina, dengan mengatakan peluru itu harus dianalisis oleh para ahli balistik untuk mencapai kesimpulan yang tegas. Para pejabat Palestina telah menolak, dengan mengatakan bahwa mereka tidak mempercayai Israel. Kelompok hak asasi manusia mengatakan Israel memiliki catatan buruk dalam menyelidiki pelanggaran oleh pasukan keamanannya.
Setelah sebelumnya mengatakan akan menerima mitra luar, Palestina mengatakan pada Minggu malam bahwa mereka akan menangani penyelidikan sendiri dan mengungkapkan hasilnya segera.
“Kami juga menolak penyelidikan internasional karena kami mempercayai kemampuan lembaga keamanan kami,'' kata Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh. “Kami tidak akan menyerahkan bukti apa pun kepada siapa pun karena kami tahu bahwa orang-orang ini dapat memalsukan fakta.'' Ia berdiri bersama saudara laki-laki Abu Akleh, Anton, dan kepala biro lokal Al Jazeera, Walid Al-Omari, saat mengeluarkan pernyataan tersebut.
Di tengah perselisihan, beberapa kelompok penelitian dan HAM telah meluncurkan penyelidikan mereka sendiri.
Bellingcat, konsorsium peneliti internasional yang berbasis di Belanda, mempublikasikan analisis bukti video dan audio yang dikumpulkan di media sosial. Materi tersebut berasal dari sumber-sumber militer Palestina dan Israel, dan analisis tersebut melihat faktor-faktor seperti cap waktu, lokasi video, bayangan, dan analisis audio forensik dari tembakan.
Kelompok itu menemukan bahwa sementara orang-orang bersenjata dan tentara Israel berada di daerah itu, bukti mendukung keterangan para saksi bahwa tembakan Israel lah yang menewaskan Abu Akleh. [ab/ka]