Utusan khusus pemerintah Amerika untuk Koalisi Global Melawan ISIS, Jenderal Purnawirawan John Allen, mengatakan “kemajuan luar biasa” telah dicapai dalam menghadapi ISIS dalam setahun ini.
Namun, sebagaimana dilaporkan wartawan VOA Victor Beattie, Allen mengatakan hanya solusi politik dan bukanlah militer yang akan mengakhiri konflik hampir lima tahun di Suriah serta krisis kemanusiaan dan pengungsi yang ditimbulkannya.
Allen, dalam wawancaranya di televisi ABC mengemukakan, ketika ia mulai menduduki jabatannya setahun silam, ia tidak yakin Irak akan bertahan menghadapi keberhasilan awal kelompok Negara Islam (ISIS).
"Dalam bulan-bulan berikutnya, kami menyaksikan kemajuan luar biasa dalam banyak hal. Kami melihat bangkitnya seorang pemimpin dan mitra yang berkemampuan tinggi di Baghdad dalam diri Perdana Menteri Haider al-Abadi. Di antara program nasionalnya, pendekatannya ke kelompok Sunni, rencananya untuk provinsi al-Anbar, kedekatan hubungannya dengan pemimpin tertinggi Syiah Irak Ayatullah Ali al-Sistani, kami percaya Haider al-Abadi adalah harapan bagi masa depan politik di Irak yang belum pernah kami lihat pada pemimpin sebelumnya dan kami belum pernah lihat sebelumnya. Tanpa platform politik, tanpa resolusi politik bagi konflik ini, apapun yang kita kita lakukan secara militer tidak akan pernah menyelesaikan krisis secara keseluruhan," kata John Allen.
Allen mengatakan, sepanjang tahun lalu, koalisi melawan ISIS telah bekerja keras untuk membendung arus pejuang asing menjadi anggotanya, menghambat pendanaannya, mengimbangi apa yang ia sebut seruan kebencian ISIS, serta menangani krisis kemanusiaan yang muncul sebagai akibatnya.
Robert Ford, mantan Duta Besar Amerika untuk Suriah, mengatakan dalam wawancara dengan televisi NBC, krisis kemanusiaan bukan berasal dari wilayah kekuasaan ISIS di Suriah, melainkan akibat penggunaan senjata kimia dan nom berbentuk tong (bom barel) oleh rezim Presiden Bashar al-Assad yang membuat kota-kota menjadi kosong penduduk.
"Separuh penduduk Suriah kini mengungsi. Separuh populasi Suriah tidak lagi tinggal di rumah-rumah mereka," jelas Robert Ford.
Ford mengatakan fokus pemerintahan Obama adalah kelompok ISIS, bukan pelaku sebenarnya dalam krisis ini yaitu pemerintah Assad.
"Kebrutalan rezim Assad mengundang rekrutmen bertambah ke ISIS. Kami baru mendapat laporan dari komunitas intelijen Amerika yang menyatakan bahwa ISIS mengganti semua anggotanya yang tewas dalam serangan bom kami, dan mengapa demikian? Ini karena mereka mampu merekrut para pemuda Suriah yang marah atas pengeboman oleh rezim Assad terhadap permukiman warga sipil di berbagai kota di Suriah," lanjutnya.
Jumat lalu, juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan ISIS telah kehilangan sekitar 30 persen wilayah permukiman yang direbutnya setahun silam di Irak. Ia mengatakan ISIS telah kehilangan lebih dari 17 ribu kilometer persegi wilayah di Suriah Utara dan disingkirkan dari sebagian besar perbatasan Suriah Turki.
Allen mengatakan perang saudara Suriah tidak akan pernah dapat diselesaikan secara militer, melainkan hanya melalui solusi politik.
Sementara itu, karena ISIS merupakan ancaman bagi Amerika, Allen mengatakan kelompok itu jangan dianggap enteng. Tetapi ia mengatakan serangan-serangan udara bulan lalu di Suriah yang menewaskan Junaid Hussain, seorang tokoh utama dalam kampanye rekrutmen ISIS lewat Internet, kemungkinan besar telah mengacaukan upaya-upaya untuk merencanakan dan melancarkan serangan-serangan semacam itu.
Allen mengatakan ia mengira ada stabilitas politik yang lebih besar di Irak dalam setahun mendatang, sementara ia berharap pasukan keamanan akan merebut lebih banyak lagi wilayah yang dikuasai ISIS agar warga Irak yang mengungsi dapat kembali ke rumah mereka.