WASHINGTON —
Presiden AS Barack Obama pada Kamis (7/3) kembali meloloskan Undang-Undang Anti Kekerasan terhadap Perempuan, aturan pendobrak pada 1984 yang dirancang untuk membatasi kekerasan dalam rumah tangga, yang sekarang meliputi gay, imigran, suku asli Amerika dan korban perdagangan seks.
Obama menandatangani versi baru undang-undang tersebut dalam sebuah upacara yang dihadiri banyak orang di Departemen Dalam Negeri. Upacara dipindahkan ke sana karena Gedung Putih tidak dapat menampung semua advokat yang mendukung aturan tersebut, ujar Obama.
“Undang-undang ini tidak hanya mengubah peraturan, namun juga mengubah budaya kita,” ujarnya.
“Undang-undang ini memberdayakan orang untuk berbicara. Dan menegaskan pada para korban bahwa mereka tidak sendiri, mereka selalu memiliki tempat, dan orang yang mendampingi. Dan hari ini, karena semua anggota kedua partai bekerja sama, kita dapat memperbarui komitmen tersebut.”
Para anggota Kongres Partai Republik awalnya menolak revisi tersebut, dan menawarkan alternatif yang menurut para advokat akan melemahkan perlindungan bagi perempuan dalam kekerasan rumah tangga. Namun pada akhirnya, 87 anggota Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat dan 18 di Senat melawan kepemimpinan partai untuk mendukung aturan tersebut dan mengirimkannya pada Obama untuk ditandatangani.
Konferensi Keuskupan Katolik AS menentang undang-undang baru tersebut karena ada penyebutan “orientasi seksual” dan “identitas gender.”
“Kedua klasifikasi ini tidak penting untuk membuat perlindungan adil untuk semua orang,” ujar para uskup dalam pernyataan tertulis.
Obama berterima kasih pada Wakil Presiden Joe Biden, ketua penyusun undang-undang yang asli 20 tahun lalu ketika ia masih menjadi senator. Kasus kekerasan dalam rumah tangga turun 64 persen dalam 10 tahun terakhir, menurut statistik Departemen Kehakiman AS.
Biden diperkenalkan pada Diane Millich, pendiri Our Sister's Keeper, sebuah organisasi yang didirikan pada 2007 untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan asli Amerika dengan menggunakan tradisi kesukuan. Millich, anggota suku Indian Southern Ute di Colorado, merupakan penyintas kekerasan dalam rumah tangga, meski kasusnya tidak dapat diadili karena pelakunya bukan orang Indian.
Undang-undang yang direvisi ini menjamin pelaku kekerasan terhadap perempuan Indian dapat ditangkap dan diadili di tanah Indian.
Obama memuji Tysheena "Tye" Rhames, yang direkrut dalam perdagangan seks oleh tetangganya pada usia 12 tahun dan diselamatkan dua tahun kemudian. Ia sekarang kuliah dan bekerja dengan gadis-gadis yang berisiko di New York City.
"Dengan undang-undang ini, kami mengesahkan kembali Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan untuk menolong lebih banyak gadis seperti Tye,” ujarnya.
Karena perempuan yang menghadapi kekerasan sangat berisiko dibunuh, peraturan itu mewajibkan penyaringan untuk risiko-risiko pembunuhan dan mewajibkan negara-negara bagian untuk bekerja mengurangi kematian akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Lesbian, gay, biseksual dan transgender yang menjadi korban kekerasan rumah tangga lebih sulit mencari perlindungan dan layanan lain, sehingga aturan baru ini membuat layanan-layanan tersebut lebih bisa diakses dan melindungi orang-orang yang mencari pertolongan dari diskriminasi.
Undang-undang tersebut juga meliputi isu imigran yang mungkin enggan melaporkan tindak kekerasan karena takut status imigrasinya dipertanyakan. Aturan ini memperbaiki perlindungan yang ada untuk imigran dengan mendukung akses yang lebih baik untuk layanan penyelamat nyawa dan mendorong lebih banyak korban untuk bekerja sama dengan penegak hukum.
Para hadirin yang sebagian besar perempuan berdiri untuk memberi Obama dan Biden penghormatan dan tepuk tangan panjang. Obama terpilih kembali menjadi presiden November lalu, dengan mendapat 55 persen suara pemilih perempuan. (Reuters/Deborah Zabarenko)
Obama menandatangani versi baru undang-undang tersebut dalam sebuah upacara yang dihadiri banyak orang di Departemen Dalam Negeri. Upacara dipindahkan ke sana karena Gedung Putih tidak dapat menampung semua advokat yang mendukung aturan tersebut, ujar Obama.
“Undang-undang ini tidak hanya mengubah peraturan, namun juga mengubah budaya kita,” ujarnya.
“Undang-undang ini memberdayakan orang untuk berbicara. Dan menegaskan pada para korban bahwa mereka tidak sendiri, mereka selalu memiliki tempat, dan orang yang mendampingi. Dan hari ini, karena semua anggota kedua partai bekerja sama, kita dapat memperbarui komitmen tersebut.”
Para anggota Kongres Partai Republik awalnya menolak revisi tersebut, dan menawarkan alternatif yang menurut para advokat akan melemahkan perlindungan bagi perempuan dalam kekerasan rumah tangga. Namun pada akhirnya, 87 anggota Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat dan 18 di Senat melawan kepemimpinan partai untuk mendukung aturan tersebut dan mengirimkannya pada Obama untuk ditandatangani.
Konferensi Keuskupan Katolik AS menentang undang-undang baru tersebut karena ada penyebutan “orientasi seksual” dan “identitas gender.”
“Kedua klasifikasi ini tidak penting untuk membuat perlindungan adil untuk semua orang,” ujar para uskup dalam pernyataan tertulis.
Obama berterima kasih pada Wakil Presiden Joe Biden, ketua penyusun undang-undang yang asli 20 tahun lalu ketika ia masih menjadi senator. Kasus kekerasan dalam rumah tangga turun 64 persen dalam 10 tahun terakhir, menurut statistik Departemen Kehakiman AS.
Biden diperkenalkan pada Diane Millich, pendiri Our Sister's Keeper, sebuah organisasi yang didirikan pada 2007 untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan asli Amerika dengan menggunakan tradisi kesukuan. Millich, anggota suku Indian Southern Ute di Colorado, merupakan penyintas kekerasan dalam rumah tangga, meski kasusnya tidak dapat diadili karena pelakunya bukan orang Indian.
Undang-undang yang direvisi ini menjamin pelaku kekerasan terhadap perempuan Indian dapat ditangkap dan diadili di tanah Indian.
Obama memuji Tysheena "Tye" Rhames, yang direkrut dalam perdagangan seks oleh tetangganya pada usia 12 tahun dan diselamatkan dua tahun kemudian. Ia sekarang kuliah dan bekerja dengan gadis-gadis yang berisiko di New York City.
"Dengan undang-undang ini, kami mengesahkan kembali Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan untuk menolong lebih banyak gadis seperti Tye,” ujarnya.
Karena perempuan yang menghadapi kekerasan sangat berisiko dibunuh, peraturan itu mewajibkan penyaringan untuk risiko-risiko pembunuhan dan mewajibkan negara-negara bagian untuk bekerja mengurangi kematian akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Lesbian, gay, biseksual dan transgender yang menjadi korban kekerasan rumah tangga lebih sulit mencari perlindungan dan layanan lain, sehingga aturan baru ini membuat layanan-layanan tersebut lebih bisa diakses dan melindungi orang-orang yang mencari pertolongan dari diskriminasi.
Undang-undang tersebut juga meliputi isu imigran yang mungkin enggan melaporkan tindak kekerasan karena takut status imigrasinya dipertanyakan. Aturan ini memperbaiki perlindungan yang ada untuk imigran dengan mendukung akses yang lebih baik untuk layanan penyelamat nyawa dan mendorong lebih banyak korban untuk bekerja sama dengan penegak hukum.
Para hadirin yang sebagian besar perempuan berdiri untuk memberi Obama dan Biden penghormatan dan tepuk tangan panjang. Obama terpilih kembali menjadi presiden November lalu, dengan mendapat 55 persen suara pemilih perempuan. (Reuters/Deborah Zabarenko)