Perusahaan farmasi berbasis di AS, Moderna, menyatakan hasil uji klinis menunjukkan bahwa dosis rendah vaksin COVID-19nya aman bagi anak-anak berusia antara 6 dan 11 tahun.
Perusahaan itu menyatakan memvaksinasi lebih dari 4.700 anak-anak dengan vaksin dua dosisnya dengan selang waktu 28 hari, masing-masing dengan separuh dosis yang diberikan untuk orang dewasa. Hasil awal menunjukkan level antibodi pada anak-anak sama dengan level yang terlihat pada orang-orang dewasa muda yang menerima dosis penuh vaksin itu.
Moderna menyatakan anak-anak mengalami efek samping dari vaksin itu seperti kelelahan, sakit kepala, demam dan nyeri di tempat suntikan. Jumlah mereka yang menjadi subyek tes itu terlalu kecil untuk mendeteksi adanya efek samping yang jarang seperti myocarditis, radang jantung, yang dideteksi kebanyakan di kalangan anak-anak lelaki dan lelaki muda yang menerima vaksin Moderna atau Pfizer.
Kajian tersebut belum diterbitkan oleh jurnal telaahan sejawat, tetapi Moderna menyatakan akan segera mengajukan temuannya kepada Badan Pengawasan Makanan dan Obat-Obatan AS (FDA) dan regulator obat global. FDA dijadwalkan bertemu pada Selasa (26/10) untuk meninjau pengajuan Pfizer dan mitranya yang berbasis di Jerman, BioNTech, untuk memberikan vaksinnya kepada anak-anak berusia antara 5 dan 11 tahun.
Dalam perkembangan terkait, Reuters melaporkan bahwa Uni Afrika akan membeli hingga 110 juta dosis vaksin Moderna. Uni Afrika akan menerima 15 juta dosis sebelum akhir tahun ini, dengan 35 juta dosis lainnya tiba pada kuartal pertama 20 dosis dan hingga 60 juta dosis lagi pada kuartal kedua.
Pembelian itu difasilitasi oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden, yang menunda pengiriman 33 juta dosis yang dibelinya dari Moderna untuk memberi Uni Afrika kesempatan untuk menegosiasikan pembelian vaksin itu dengan perusahaan tersebut.
“Penundaan ini penting karena ini memungkinkan kami untuk segera meningkatkan ketersediaan jumlah vaksin,” kata utusan Uni Afrika untuk urusan virus corona Strive Masiyiwa dalam sebuah email, kata Reuters. “Kami mendesak negara-negara penghasil vaksin lainnya untuk mengikuti langkah pemerintah AS dan memberi kami akses serupa untuk membeli ini dan vaksin-vaksin lainnya.”
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) telah memperpanjang peraturan kesehatan terkait virus corona untuk kapal-kapal pesiar hingga 15 Januari 2022. Regulasi yang sekarang, yang pertama kali diberlakukan pada Maret 2020 dan mencakup persyaratan bagi kapal untuk berlayar dengan sedikitnya 95 persen penumpang dan awak kapal telah divaksinasi penuh, akan berakhir pada 1 November.
CDC menyatakan sewaktu regulasi yang sekarang berakhir pada bulan Januari, ketentuan ini akan beralih menjadi program sukarela bagi operator kapal pesiar untuk mendeteksi dan mengendalikan perebakan COVID-19 di kapal-kapal mereka.
Di Hong Kong, pemimpin eksekutif Carrie Lam, Selasa (26/10), mengumumkan bahwa kota itu akan memperketat restriksi perjalanan terkait virus corona agar lebih sesuai dengan peraturan di China daratan.
Lam mengatakan kepada para wartawan bahwa pemerintah akan membatalkan sebagian besar pengecualian karantina bagi sejumlah pengunjung tertentu yang datang dari luar Hong Kong dan China daratan, dengan pengecualian bagi supir-supir truk lintas perbatasan. Diplomat, awak maskapai penerbangan, dan eksekutif bisnis sekarang ini dikecualikan dari kewajiban karantina di hotel selama 14-21 hari, salah satu restriksi paling ketat di dunia.
Lam membela restriksi yang diperketat, dengan mengatakan hal itu diperlukan untuk memberi otoritas di Beijing kepercayaan untuk memulai kembali perjalanan bebas karantina antara China daratan dan Hong Kong. Namun kelompok industri keuangan regional terkemuka, Asia Securities Industry and Financial Markets Association, Senin (25/10), menyatakan bahwa kebijakan ketat Hong Kong untuk membuat kasus COVID nol dan kewajiban karantina bagi pengunjung internasional telah mengikis status kota itu sebagai pusat keuangan global. [uh/ab]