Hasil pemantauan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di empat puluhan kabupaten menunjukkan harga gabah kering panen di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yaitu Rp4.200 per kilogram. Harga gabah kering hasil panen di Pati, contohnya,Rp3.100 per kilogram,sementara di Sukoharjo Rp3.000 per kilogram dan Nganjuk Rp3.950 per kilogram.
Peneliti KRKP, Hariadi Propantoko mengatakan, penyebab anjloknya harga gabah petani karena tingkat penyerapan yang rendah karena sebagian besar pedagang di pasar induk tutup di tengah wabah corona. Di samping itu, distribusi beras juga terganggu di tengah pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar.
"Prediksi dari Dewan ketahanan Pangan (DKP) produksi beras kita mengalami surplus. Namun, sayangnya hal itu tidak diimbangi pada upaya-upaya perlindungan aktor produsen pangan yaitu petani," jelas Hariadi kepada VOA, Jumat (8/5).
Hariadi menambahkan panen raya pada bulan Mei ini sebenarnya menguntungkan Indonesia karena hasilnya dapat menjadi persediaan pangan nasional. Sebab, pandemi corona ini diprediksi dapat memicu krisis prangan di berbagai negara.
Karena itu, ia mengusulkan pemerintah memperbaiki pola distribusi beras dari daerah-daerah yang sedang panen raya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk pemenuhan daerah yang mengalami defisit pangan.
"Jangan sampai defisit pangan yang ada di beberapa daerah itu solusinya impor. Tapi akan menjadi baik, kalau kebutuhan pangan yang defisit itu diambilkan di daerah yang panen raya," tambahnya.
Hariadi juga mendorong Bulog untuk memaksimalkan penyerapan beras hasil panen petani untuk memperkuat stok di gudang. Itu supaya harga gabah panen di tingkatan petani kembali sesuai dengan HPP yakni Rp4.200 per kilogram.
Di sisi lain, Bulog juga perlu memikirkan penyaluran beras di gudang di luar dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) yang sudah berjalan, seperti memberikan bantuan pangan kepada masyarakat miskin pada masa pandemi sekarang. Sehingga, katanya, beras di Bulog tidak mengendap di gudang seperti tahun lalu.
Sementara itu, Petani Subang, Jawa Barat, Deni Nurhadiansyah menuturkan harga gabah panen di desanya sempat menyentuh harga Rp3.700 per kilogram, dari sebelumnya Rp4.500 per kilogram. Menurutnya, petani masih akan panen secara bertahap untuk tiga bulan ke depan. Karena itu, ia berharap pemerintah memperbaiki rantai distribusi beras petani sehingga harga gabah dapat stabil.
"Dalam dua minggu panen, masing-masing petani itu pendapatannya tidak sama. Walaupun kalau produksi normal dan hama penyakitnya sedikit," tutur Deni kepada VOA, Jumat (8/5).
Menjawab itu, Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal meminta para petani yang harga gabahnya murah untuk melapor ke Bulog-bulog setempat. Ia mengatakan siap menyerap gabah hasil panen untuk menstabilkan harga. Menurutnya, Bulog telah menyerap 234 ribu beras dari target 1,4 juta ton beras pada tahun ini.
"Segera kami akan sampaikan teman-teman kami di lapangan untuk melakukan pengecekan di wilayah yang harganya rendah. Kalau memang benar ya harus segera diserap," kata Awaluddin Iqbal, Jumat (8/5).
Kendati demikian, Iqbal mengingatkan bahwa gabah kering panen yang dibeli Bulog harus memenuhi persyaratan kualitas yakni dengan kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 persen. [sm/ab]