Wakil Presiden AS Mike Pence berbicara, dengan nada paling keras sampai saat ini oleh pejabat senior AS mengenai krisis Rohingya di Myanmar, mengecam apa yang dia sebut sebagai "eksodus bersejarah" orang Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh karena menghadapi serangan-serangan bengis.
Berbicara pada pertemuan penjagaan perdamaian PBB hari Rabu (20/9), Pence mengatakan dunia menyaksikan sebuah "tragedi besar yang sedang berlangsung" di negara Asia Tenggara yang juga dikenal sebagai Burma itu.
"Baru-baru ini, pasukan keamanan Burma menanggapi serangan militan di pos terdepan pemerintah dengan kebiadaban mengerikan, desa dibakar, memaksa orang-orang Rohingya lari dari rumah mereka," kata Pence di Majelis Umum PBB.
"Gambar-gambar kekerasan dan korbannya telah mengejutkan rakyat Amerika, dan orang-orang baik di seluruh dunia," ujar Pence.
Selama sebulan ini, lebih dari 400.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar, di mana mereka menghadapi pelanggaran HAM dan diskriminasi. Pence mencatat bahwa puluhan ribu orang yang melarikan diri dengan berjalan kaki adalah anak-anak.
Militan Rohingya menyerang pasukan keamanan Myanmar pada akhir Agustus. Sejak itu, para analis dan aktivis HAM mengatakan militer Myanmar telah melakukan tindakan keras, membakar seluruh desa, dan membunuh perempuan dan anak-anak yang berusaha melarikan diri.
Pence mengemukakan bahwa Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson telah berbicara dengan pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengenai pengungsi Rohingya pada hari Selasa dan mendesak pasukan militer dan keamanan Myanmar untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
"Walaupun kami menyambut baik pernyataan [Aung San] Suu Kyi bahwa pengungsi yang kembali tidak perlu takut, Amerika Serikat mengulangi seruan kepada pasukan keamanan Myanmar untuk segera mengakhiri kekerasan dan mendukung usaha diplomatik untuk mencapai solusi jangka panjang," kata Pence. [as]