Para mahasiswa Amerika keturunan Afrika mengatakan mereka memperoleh sebagian besar informasi politik dari media sosial.
"Kita bisa mencari tahu apa saja yang perlu diketahui melalui media sosial. Saya rasa itu adalah tempat terbaik untuk mencari tahu semuanya," kata Royal Clemmons, seorang mahasiswa.
Namun para pemilih ini mengatakan mereka mencermati informasi yang mereka terima di media sosial mengenai pilpres 2020 dan berusaha mencari tahu kebenaran informasi tersebut. Kesadaran meningkat sementara para pakar keamanan memperingatkan para pemilih mewaspadai kampanye misinformasi yang bertujuan mempolarisasi dan memecah belah para pemilih.
Laporan Komite Intelijen Senat AS yang dirilis tahun lalu menyimpulkan bahwa para agen Rusia menarget warga Amerika keturunan Afrika di media sosial lebih banyak dibandingkan kelompok manapun dalam kampanye pilpres 2016.
Para pejabat Keamanan AS mengatakan para agen Rusia itu menciptakan unggahan media sosial palsu untuk mempengaruhi para pemilih berkulit hitam. Hal itu sengaja dilakukan untuk mengeksploitasi perbedaan sosial dan kesetiaan partisan serta mengikis kepercayaan di antara warga Amerika dan institusi mereka.
Laporan Intelijen Senat itu mengatakan ribuan akun Facebook, Twitter, Instagram dan You Tube diciptakan oleh Dinas Riset Internet yang berbasis di Rusia, untuk merugikan kampanye Hillary Clinton dan mendukung Donald Trump.
Perusahaan-perusahaan media sosial mengatakan mereka telah menggandakan upaya-upaya keamanan yang bertujuan mencari dan menghapus kampanye manipulasi terkoordinasi sebelum konten jahat itu tersebar. [vm/jm]