Sewaktu pertempuran antara kelompok milisi Kristen dan Islam di ibukota Bangui – Republik Afrika Tengah berlanjut hari Rabu (25/12), muncul beberapa gambar yang menunjukkan kota yang berada dalam keadaan putus asa dan ketakutan.
Dalam rekaman wawancara dengan VOA beberapa hari ini, warga kota Bangui bicara tentang perpindahan, kesulitan dan perkosaan.
“Kami tidak menyukainya. Kami telah mengungsi selama dua minggu sekarang ini” – ujar seorang perempuan yang tidak menyebut identitasnya.
“Pengungsian ini tidak bermanfaat bagi kami. Mereka tahu kami berada di tengah para bandit. Kami meminta mereka untuk membawa bantuan kemanusiaan, tetapi mereka menolaknya. Kami belum pernah melihat apapun,” tambahnya.
Puluhan ribu warga Kristen telah mengungsi di bandara Bangui yang dikuasai tentara Perancis sejak pertumpahan darah bernuansa sektarian pecah awal bulan ini di bekas koloni Perancis itu.
“Ya – Seleka datang ke distrik Boy Rabe di Bangui dan memperkosa beberapa perempuan, itulah sebabnya kami mengungsi kesini dan meminta pertolongan karena kami tidak punya apapun lagi,” ujar seorang laki-laki yang tidak diketahui namanya kepada VOA.
Seorang tentara – bagian dari pasukan penjaga perdamaian Afrika MISCA yang berkekuatan 3.700 orang mengatakan kelompok itu kini berupaya memulihkan keamanan.
“Jika sesuatu terjadi, kami akan bertindak. Kami butuh kedamaian di Bangui. Kami tidak ingin ada penembakan lagi di sini,” ujar tentara itu.
Konflik yang meluluhlantakkan negara itu berawal ketika pasukan pemberontak yang umumnya warga Muslim dan dikenal sebagai Seleka atau Aliansi, menggulingkan Presiden Francois Bozize bulan Maret lalu. Pemerintah sementara yang baru tidak bisa menguasai para pemberontak yang datang ke desa-desa untuk menjarah dan membunuh, memicu warga Kristen membentuk kelompok perlawanan untuk membela diri.
Tindakan kekerasan itu terhadap warga sipil dan rumah pribadi itu dilakukan oleh kedua pihak – termasuk pembunuhan, perkosaan dan penjarahan – meningkat bulan ini ketika para pemberontak Kristen berupaya menguasai kota Bangui.
Dalam rekaman wawancara dengan VOA beberapa hari ini, warga kota Bangui bicara tentang perpindahan, kesulitan dan perkosaan.
“Kami tidak menyukainya. Kami telah mengungsi selama dua minggu sekarang ini” – ujar seorang perempuan yang tidak menyebut identitasnya.
“Pengungsian ini tidak bermanfaat bagi kami. Mereka tahu kami berada di tengah para bandit. Kami meminta mereka untuk membawa bantuan kemanusiaan, tetapi mereka menolaknya. Kami belum pernah melihat apapun,” tambahnya.
Puluhan ribu warga Kristen telah mengungsi di bandara Bangui yang dikuasai tentara Perancis sejak pertumpahan darah bernuansa sektarian pecah awal bulan ini di bekas koloni Perancis itu.
“Ya – Seleka datang ke distrik Boy Rabe di Bangui dan memperkosa beberapa perempuan, itulah sebabnya kami mengungsi kesini dan meminta pertolongan karena kami tidak punya apapun lagi,” ujar seorang laki-laki yang tidak diketahui namanya kepada VOA.
Seorang tentara – bagian dari pasukan penjaga perdamaian Afrika MISCA yang berkekuatan 3.700 orang mengatakan kelompok itu kini berupaya memulihkan keamanan.
“Jika sesuatu terjadi, kami akan bertindak. Kami butuh kedamaian di Bangui. Kami tidak ingin ada penembakan lagi di sini,” ujar tentara itu.
Konflik yang meluluhlantakkan negara itu berawal ketika pasukan pemberontak yang umumnya warga Muslim dan dikenal sebagai Seleka atau Aliansi, menggulingkan Presiden Francois Bozize bulan Maret lalu. Pemerintah sementara yang baru tidak bisa menguasai para pemberontak yang datang ke desa-desa untuk menjarah dan membunuh, memicu warga Kristen membentuk kelompok perlawanan untuk membela diri.
Tindakan kekerasan itu terhadap warga sipil dan rumah pribadi itu dilakukan oleh kedua pihak – termasuk pembunuhan, perkosaan dan penjarahan – meningkat bulan ini ketika para pemberontak Kristen berupaya menguasai kota Bangui.