JALUR GAZA, PALESTINA —
Warga Palestina di Gaza menderita dalam beberapa bulan belakangan, karena pemerintah Mesir menutup penyeberangan Rafah selama beberapa waktu – sehingga mencegah ribuan orang yang perlu bekerja, belajar atau mendapatkan pengobatan pergi ke luar negeri.
Mesir mengatakan penutupan itu merupakan bagian dari upaya untuk mengakhiri serangan militan di Sinai yang telah menewaskan lebih dari 100 personil keamanan Mesir. Tetapi sebagian penduduk Gaza yakin ada motif lain di balik langkah itu.
Kekacauan terjadi ketika penyebarangan ini dibuka selama beberapa jam sehari minggu ini. Hanya beberapa ratus warga Gaza yang diperbolehkan menyeberang namun tidak bagi ribuan orang yang perlu bekerja, sekolah atau mendapatkan perawatan medis.
Mesir juga telah menutup ratusan terowongan yang sering digunakan untuk penyelundupan. Ini adalah jalur ekonomi ke Gaza, yang telah berada di bawah blokade Israel sejak kelompok militan Hamas merebut kekuasaan di Gaza tujuh tahun lalu.
Mesir mengatakan militan menggunakan penyeberangan dan terowongan itu untuk melancarkan serangan teroris di Sinai, suatu hal yang disangkal Hamas.
Pejabat senior Hamas Ahmed Yusuf mengatakan, "Kami tidak bodoh untuk membuat masalah dengan kekuatan raksasa seperti Mesir. Kami menghormati mereka, dan kami selalu menganggap mereka sebagai kakak, seseorang yang sangat kita hormati."
Hamas menggelar demonstrasi untuk mendukung Ikhwanul Muslimin setelah terjadinya kudeta di Mesir. Pengamat politik yang berbasis di Gaza, Talal Okal, mengatakan ini telah memicu kemarahan para pemimpin baru Mesir.
"Mereka ingin mengatakan bahwa masalah dengan Hamas bukanlah masalah keamanan, media, militer atau tentara. Ini adalah masalah politik. Ini adalah krisis yang kompleks," kata Talal.
Seorang profesor di Universitas al- Azhar di Gaza, Mukhaimar Abu Saada, mengatakan para pemimpin baru Mesir mungkin memiliki tujuan yang lebih luas.
"Selain menguasai kembali Sinai dan melindungi keamanan nasional Mesir, sepertinya rezim baru di Mesir berupaya menekan Hamas untuk memutuskan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin dan berbaikan dengan pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas," ujar Saada.
Pejabat Hamas, Yusuf setuju dan mengatakan, "Itu karena mereka berupaya mengalihkan perhatian dari apa yang terjadi di Mesir, demonstrasi, kudeta, semua hal ini, dengan beberapa tempat lain. Dan kami adalah target yang paling mudah."
Para pemimpin Hamas berusaha meyakinkan kepemimpinan baru di Kairo bahwa niat mereka baik. Apakah ini cukup atau tidak, masih belum pasti.
Mesir mengatakan penutupan itu merupakan bagian dari upaya untuk mengakhiri serangan militan di Sinai yang telah menewaskan lebih dari 100 personil keamanan Mesir. Tetapi sebagian penduduk Gaza yakin ada motif lain di balik langkah itu.
Kekacauan terjadi ketika penyebarangan ini dibuka selama beberapa jam sehari minggu ini. Hanya beberapa ratus warga Gaza yang diperbolehkan menyeberang namun tidak bagi ribuan orang yang perlu bekerja, sekolah atau mendapatkan perawatan medis.
Mesir juga telah menutup ratusan terowongan yang sering digunakan untuk penyelundupan. Ini adalah jalur ekonomi ke Gaza, yang telah berada di bawah blokade Israel sejak kelompok militan Hamas merebut kekuasaan di Gaza tujuh tahun lalu.
Mesir mengatakan militan menggunakan penyeberangan dan terowongan itu untuk melancarkan serangan teroris di Sinai, suatu hal yang disangkal Hamas.
Pejabat senior Hamas Ahmed Yusuf mengatakan, "Kami tidak bodoh untuk membuat masalah dengan kekuatan raksasa seperti Mesir. Kami menghormati mereka, dan kami selalu menganggap mereka sebagai kakak, seseorang yang sangat kita hormati."
Hamas menggelar demonstrasi untuk mendukung Ikhwanul Muslimin setelah terjadinya kudeta di Mesir. Pengamat politik yang berbasis di Gaza, Talal Okal, mengatakan ini telah memicu kemarahan para pemimpin baru Mesir.
"Mereka ingin mengatakan bahwa masalah dengan Hamas bukanlah masalah keamanan, media, militer atau tentara. Ini adalah masalah politik. Ini adalah krisis yang kompleks," kata Talal.
Seorang profesor di Universitas al- Azhar di Gaza, Mukhaimar Abu Saada, mengatakan para pemimpin baru Mesir mungkin memiliki tujuan yang lebih luas.
"Selain menguasai kembali Sinai dan melindungi keamanan nasional Mesir, sepertinya rezim baru di Mesir berupaya menekan Hamas untuk memutuskan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin dan berbaikan dengan pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas," ujar Saada.
Pejabat Hamas, Yusuf setuju dan mengatakan, "Itu karena mereka berupaya mengalihkan perhatian dari apa yang terjadi di Mesir, demonstrasi, kudeta, semua hal ini, dengan beberapa tempat lain. Dan kami adalah target yang paling mudah."
Para pemimpin Hamas berusaha meyakinkan kepemimpinan baru di Kairo bahwa niat mereka baik. Apakah ini cukup atau tidak, masih belum pasti.