Serikat-serikat pekerja di Haiti melakukan mogok massal pada Senin (25/10) untuk memprotes krisis keamanan yang sedang berlangsung di negara tersebut yang melibatkan penculikan massal, kekerasan, dan kekurangan bahan bakar.
Pemogokan tanpa batas waktu dilakukan minggu lalu untuk alasan yang sama tetapi seiring berlalunya hari, transportasi pribadi mulai diberlakukan kembali, dan orang-orang kembali bekerja dan banyak bisnis yang kembali beroperasi.
Ibu kota Haiti, Port-au-Prince, telah berada di ambang kelumpuhan karena mengalami kekurangan bahan bakar, setelah sebelumnya berjuang untuk pulih dari gempa bumi, pembunuhan presiden, serta kekerasan geng dan penculikan massal yang melanda wilayah tersebut.
Lebih dari dua minggu, pengiriman bahan bakar mengalami gangguan akibat blokade yang dilakukan oleh geng dan penculikan yang terjadi terhadap pengemudi truk bahan bakar. Hal tersebut telah mendorong penduduk Port-au-Prince mencari bensin dan solar dengan putus asa.
Bahan bakar banyak digunakan untuk menjalankan generator untuk mengimbangi sistem kelistrikan yang sering terputus di negara itu.
Geng kriminal telah menjadi kekuatan yang berpengaruh di Haiti.
Salah satu geng baru-baru ini menculik 17 anggota kelompok misionaris yang berbasis di AS dan dilaporkan meminta tebusan sebesar $17 juta untuk pembebasan mereka. Kepala geng 400 mawozo memperingatkan bahwa para sandera akan dibunuh jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Sejauh ini belum ada kabar tentang nasib mereka.
Geng-geng itu juga telah menculik ratusan orang Haiti, dan pemerintah tampaknya tidak mampu, atau tidak mau, untuk menghadapi mereka.
Banyak pom bensin tetap tutup selama berhari-hari, dan kekurangan bahan bakar sangat parah terjadi sehingga otoritas kesehatan mengumumkan pada minggu ini bahwa rumah sakit di seluruh negara itu akan kehabisan solar yang diperlukan agar tetap bisa beroperasi jika krisis bahan bakar tetap berlangsung. [lt/jm]