Warga Indonesi terkejut dan bingung dengan gaya kepresidenan Donald Trump yang meletup-letup, namun banyak yang mengatakan bahwa kepribadian dan tindakannya -- termasuk larangan perjalanan yang kontroversial -- tidak mengubah pandangan positif mereka terhadap Amerika Serikat.
Ada itikad baik di Indonesia terhadap AS, yang oleh rakyat Indonesia seringkali dilihat sebagai panutan untuk nilai-nilai yang diharapkan berkembang di negara ini. Persepsi-persepsi terutama positif pada pemerintahan barack Obama karena hubungan pribadi Obama dengan Indonesia dan upayanya untuk memulihkan perpecahan di dunia Muslim.
AS adalah salah satu investor asing terbesar di Indonesia. Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. mengoperasikan salah satu tambang tembaga terbesar di dunia dan tambang emas terbesar di dunia, di Papua.
Namun upaya Trump untuk melarang masuk orang-orang dari tujuh negara mayoritas Muslim sangat tidak populer di Indonesia, yang melihat langkah anti-Muslim itu dapat mempengaruhi mereka. Kementerian Luar Negeri Indonesia memperingatkan bahwa kebijakan Trump dapat meremehkan perlawanan global terhadap terorisme, namun Presiden Joko Widodo mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Beberapa orang mengatakan, Trump hanya perlu berkunjung ke Indonesia dan belajar lebih banyak tentang Islam.
Berikut adalah pandangan-pandangan beberapa orang Indonesia soal Trump.
Rudi Madanir, seorang guru Bahasa Inggris di Jakarta, yang telah mengunjungi AS sebagai turis dan ingin bepergian ke sana lagi, mengatakan ia terkejut oleh terpilihnya Trump, tidak pernah mengira "pria semacam itu dapat duduk di Gedung Putih."
Namun Rudy, 47, juga mengatakan protes-protes melawan larangan bepergian itu menunjukkan banyak orang di AS yang ingin menegakkan nilai-nilai seperti keadilan, kebebasan dan nondiskriminasi, dan membuka matanya mengenai orang-orang Amerika yang baik.
"Mungkin besok giliran Indonesia yang dilarang, siapa yang tahu? Dengan adanya orang aneh menjabat di Gedung Putih, apa pun bisa terjadi," ujarnya. "Saya harap Trump dapat berkunjung ke Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia, jadi dia akan melihat langsung bagaimana Muslim di sini. Kami tidak semenakutkan yang ia pikir."
---
Tingka Adiati, ibu rumah tangga berusia 48 tahun di Tangerang, mengatakan kebijakan imigrasi Trump tidak mengubah pandangannya soal Amerika sebagai negara toleran yang terbuka untuk orang-orang dari seluruh dunia.
Trump sedang mengalami "euforia" kemenangannya, dan seiring berjalannya waktu, bukan Trump yang mengubah Amerika, tapi ia yang akan diubah, kata Tingka. Kebijakan-kebijakannya harus mempertimbangkan kepentingan bisnis Amerika di negara-negara seluruh dunia, termasuk Indonesia, tambahnya.
---
Lukas Christian, yang mempunyai toko kopi di Tangerang, memiliki putra di Wesleyan University di Connecticut yang berencana bekerja di AS setelah lulus tahun ini.
Lukas, 52, berharap kewarganegaraan putranya yang Indonesia tidak akan menjadi faktor penghalang. Sejauh ini tidak, tapi kemungkinan itu masih membuatnya resah.
Rakyat Indonesia menganggap Amerika masyarakat yang toleran, dan larangan perjalanan menunjukkan ketidaksukaan Trump terhadap imigran dan Islam, ujarnya.
"Sebagai penjual kopi, saya bisa bilang: Ada banyak variasi kopi di Indonesia, dari Aceh sampai Papua, dan orang-orang menyukai keragamannya, dan ini seperti cara orang Indonesia berpikir -- toleran," katanya.
---
Maria Kartika Sari, seorang pemandu wisata yang tinggal di Jakarta, mengatakan ia yakin mayoritas warga Amerika tidak setuju dengan larangan perjalanan Trump. Perempuan berusia 30 tahun itu mengatakan ia selalu menganggap AS negara imigran toleran yang mirip Indonesia karena kedua negara memiliki banyak kelompok etnis dan agama.
"Saya ingin bilang kepada Trump, dia sekarang presiden, bukan lagi pengusaha," ujarnya. "Saya paham ia orang tua yang keras kepala, tapi sebaiknya ia tahu saat ini ia memimpin Amerika Serika, bukan hanya perusahaan. Ia harus berubah." [hd]