Korea Selatan sedang mengalami lonjakan pembelian garam, sehingga harga garam naik dua kali lipat dibandingkan pada waktu yang sama tahun lalu. Sebagian orang menyebutnya sebagai reaksi tak masuk akal menanggapi kecelakaan PLTN di Jepang.
Seorang ibu rumah tangga di Seoul, Lee Jeong-hwa mengatakan ia mendengar air laut akan tercemar dari radiasi dari Jepang hari Rabu ini, atau bahkan sebelumnya.
Lee mengatakan itu sebabnya mengapa ia pergi membeli garam yang di produksi sebelum kecelakaan nuklir tersebut. Dia menjelaskan sedang berusaha untuk hamil dan tak ingin makan garam yang tercemar radioaktif.
Manajer cabang supermarket Lotte do Seoul, Kang Dae-hee mengatakan tokonya tadinya hanya menjual satu atau dua bungkus garam per hari.
Kang mengatakan baru-baru ini penjualan meningkat hingga tujuh atau delapan bungkus, bahkan kadang-kadang sepuluh bungkus per hari. Ia mengatakan turis asing sering berbelanja disana dan juga membeli produk rumput laut seperti ganggang yang juga merupakan sumber Yodium.
Pemborongan garam besar-besaran dilaporkan terjadi bulan lalu di Tiongkok. Sehingga pemerintah menindak mereka yang menimbun dan mempermainkan harga.
Ilmuwan dan pihak berwenang mengungkapkan keraguan akan reaksi pembeli tersebut. Mereka mengakui adanya radiasi itu di sekitar PLTN Fukushima, Jepang, kadarnya tidak akan membahayakan kesehatan manusia. Mereka juga mengatakan makan garam tidak akan melindungi dari Yodium radioaktif.
Institut Keselamatan Nuklir Korea Selatan melaporkan bahwa ada Yodium dan Cesium dalam jumlah kecil terdeteksi di negara itu. Badan itu menyatakan analisa terhadap sampel udara di dua belas lokasi di negara itu hari Minggu dan Senin mendapati adanya sisa-sisa Yodium radioaktif di seluruh wilayah itu.
PLTN Fukushima yang terletak di timurlaut Jepang, rusak parah akibat gempa berkekuatan 9 pada skala Richter yang menyebabkan tsunami pada tanggal 11 Maret. Batang-batang bahan bakar nuklir yang terlalu panas dan uap dari PLTN yg rusak melepaskan radiasi ke atmosfir. Sementara itu, air yang terkena radiasi dari fasilitas tersebut mengalir ke Samudera Pasifik. Termasuk air yang mengandung Yodium radioaktif yang berkadar jutaan kali lebih tinggi dari kadar aman.