Anna Dovnya, warga Kyiv, mengatakan merasakan gelombang kejut yang sangat besar melintas di atas gedung di mana ia tinggal pada pukul lima pagi. Awalnya ia mengira ini ada kaitannya dengan konstruksi yang ada di dekat gedung itu. Ia baru merasa begitu kaget ketika menemukan cangkang pecahan peluru ketika hari beranjak siang. Untungnya tidak ada yang terluka.
“Sampai saat-saat terakhir, saya tidak percaya ini bisa terjadi. Saya pikir serangan Rusia itu hanya akan terjadi di Donetsk dan Luhansk. Saya tidak pernah berpikir ini akan terjadi di ibu kota Ukraina, Kyiv. Apa hubungannya dengan Kyiv? Kami adalah pemerintah yang independen, yang mengambil keputusan sendiri, yang menyelesaikan masalah di dalam negeri sendiri. Ia (Rusia) adalah penakhluk, agresor. Ia adalah Hitler,” kecamnya.
Sementara itu di bagian lain kota itu warga tetap beraktifitas seperti biasa, ada yang menunggu di halte sepertinya dalam perjalanan ke tempat kerja, sementara sebagian lainya bergegas ke mobil mereka untuk meninggalkan ibu kota.
Salah seorang warga, Hayan Babakov, mengatakan akan tetap berada di Kyiv. “Semua orang pergi. Di mana-mana tutup. Tetapi saya akan tetap berada disini hingga akhir,” tukasnya.
Warga lokal lainnya, Oleksandra Shustik memohon kepada masyarakat internasional untuk menghentikan langkah Rusia.
“Saya benci dengan negara yang memulai perang ini (Rusia.red). Jika memungkinkan, saya ingin bicara sebagai seorang ibu, sebagai warga Kyiv, dan sebagai warga Ukraina. Saya menyerukan pada seluruh dunia untuk membantu kami dan menghentikan agresor ini,” harapnya.
Reaksi ambivalen warga Ukraina ini tampaknya mencerminkan upaya yang sering dilakukan Presiden Volodymyr Zelenskyy sebelumnya yang menenangkan warga atas potensi agresi Rusia. Posisi Zelenskyy baru berubah Rabu lalu (24/2) ketika Ukraina memberlakukan keadaan darurat yang mencakup kemungkinan pembatasan pertemuan dan lalu lintas kendaraan. Sehari kemudian, setelah pasukan Rusia memasuki negara itu, Zelenksyy memberlakukan darurat militer.
Pemimpin Oposisi Belarus Kecam Presiden Lukashenko yang Bersekutu dengan Rusia
Dalam perkembangan lainnya pemimpin kelompok oposisi Belarus yang ada di pengasingan, Svetlana Tikhanovskaya, hari Kamis menuding pemimpin Belarus telah “berkhianat” karena membiarkan ribuan tentara Rusia melancarkan serangan terhadap Ukraina dari wilayah mereka.
“Penguasa tidak sah di Belarus telah membawa pasukan asing dan menjadikan Belarus sebagai salah satu pihak dalam konflik bersenjata ini. Ini adalah pengkhianatan tingkat tinggi, pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat kami dan negara Belarus. Sesuai dengan definisi PBB, Rusia adalah agresor. Lukashenko telah mengindikasikan bahwa pasukan bersenjata Belarus mungkin akan ikut serta dalam kekejian ini,” ujar Tikhanovskaya.
Tikhanovskaya, yang diyakini Barat sebagai pemenang sesungguhnya pemilu Agustus 2020 lalu, menyampaikan pernyataan dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Lithuania di Paris, Prancis. Ia juga menyerukan sanksi internasional terhadap rejim Belarus pimpinan Alexander Lukashenko atas perannya dalam invasi ini.
Dalam wawancara dengan kantor berita AFP, Tikhanovskaya mengatakan saat ini ada 30.000 tentara Rusia di Belarus, bersama peralatan tempur militer mereka. “Kehadiran mereka mengancam kemerdekaan Belarus... Kami malu dengan peran negara kami dalam perang ini,” ujarnya.
Kepala Uni Eropa Charles Michel menyerukan Belarus “untuk tidak ambil bagian” dalam serangan militer Rusia ke Ukraina. Hal ini disampaikannya ketika akan menghadiri KTT Uni Eropa untuk memutuskan sanksi-sanksi baru terhadap Rusia. [em/jm]