Parlemen Liberia mengusulkan untuk memundurkan pelaksanaan pemilu satu bulan, dari seharusnya tanggal 11 Oktober menjadi 8 November yang dimaksudkan untuk menghindar dari musim hujan.
Namun, komisi pemilihan mengumumkan hari Rabu bahwa warga telah menampik usul penundaan itu bersama tiga perubahan lain konstitusi dalam referendum minggu lalu. Tidak satu pun usulan amandemen itu memperoleh dua pertiga suara yang dibutuhkan untuk bisa disetujui.
Hasil itu dipandang sebagai kemenangan bagi partai oposisi utama, Kongres untuk Perubahan Demokratis (CDC), yang menyerukan pemboikotan referendum itu.
Salah satu pimpinan Partai CDC, Steve Cooper, mengatakan proses itu keliru.
“Kami melihat perlunya anggota-anggota kami agar menjauh dari proses itu. Kami tidak percaya dengan proses itu dan Komisi Pemilu Nasional. Itulah sebabnya kami terus menyerukan perubahan kepemimpinan Komisi Pemilu Nasional. Kami tidak menyesal terus menghimbau warga agar memboikot referendum itu. Kami senang warga Liberia bisa mengatakan tidak kepada semua usul perubahan itu,” ujarnya.
Para pemimpin oposisi mengatakan bahwa ketetapan-ketetapan tertentu dirancang untuk kepentingan Partai Persatuan yang berkuasa, yang mendukung keempat usul perombakan itu.
Amandemen yang paling kontroversial adalah pengurangan syarat masa tinggal seorang calon presiden di Liberia dari 10 menjadi lima tahun. Penentang-penentang kebijakan itu mengatakan amandemen itu (bila disetujui) bisa memecah belah suara oposisi dengan menambah jumlah calon Presiden yang bersaing, sehingga semakin memudahkan Presiden Ellen Johnson Sirleaf untuk memenangkan lagi pemilihan.
Kegagalan mensahkan amandemen itu berarti sebagian calon presiden tidak berhak mencalonkan diri dalam pemilihan mendatang.
Usul-usul perubahan konstitusi lainnya adalah menaikkan usia pensiun para hakim Mahkamah Agung dan menghapuskan pemilu ulang yang mahal dalam pemilihan anggota-anggota parlemen.
Komisi pemilihan mengatakan hanya 34, 2 persen dari warga yang berhak memberikan suara berpartisipasi dalam referendum, dan sekitar 13 persen surat suara bagi tiap usul yang diajukan dipandang tidak sah.
Komisi pemilihan menuding jalan-jalan yang buruk dan kesulitan logistik sebagai penyebab rendahnya peserta referendum.
Namun, masalah dengan referendum itu, termasuk salah cetak pada surat-surat suara untuk satu ketetapan, mengakibatkan keraguan mengenai apakah komisi pemilihan bisa mengorganisir pemilu bulan Oktober.
Pemilu itu merupakan yang kedua bagi Liberia sejak perang saudara yang berlangsung 14 tahun berakhir tahun 2003.