Warga Palestina di Tepi Barat mengikuti pemilu daerah untuk memilih puluhan anggota dewan. Pemungutan suara hari Sabtu (13/5) tidak diselenggarakan di Gaza.
Pemilihan ini dipandang luas sebagai pengukur popularitas partai Fatah, pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.
Kelompok militan Hamas, yang menguasai Gaza, tetap terpecah dari saingannya yang moderat, Fatah, dan pemimpinnya Abbas, yang memimpin penguasa Palestina.
Para calon yang bersaingan saling menyalahkan atas tidak diadakannya pemilihan di Gaza.
“Pemilihan ini diadakan tanpa konsensus nasional,” kata juru bicara Hamas, Fawzi Barhoun. “Penyelenggaraan pemilihan di Tepi Barat saja, tanpa Gaza, akan memperkuat perpecahan.”
Wakil pimpinan Fatah, Mahmoud al-Aloul, mengatakan tentang perpecahan politik itu bahwa “sayangnya kegembiraan ini hanya terjadi di Tepi Barat karena Hamas menghalangi warga melaksanakan hak ini di Gaza.”
Kedua pemerintah Palestina yang bersaingan telah bertentangan sejak perang saudara tahun 2007 ketika Hamas mengusir Penguasa Palestina dari Gaza. Hamas juga mempunyai hubungan buruk dengan tetangganya Mesir karena Kairo yakin militan bersenjata di Gaza membantu pemberontakan maut ISIS di Semenanjung Sinai.
Hamas dianggap kelompok teroris oleh Israel dan sebagian negara-negara Barat walaupun belakangan ini gerakan itu berusaha memperlunak citranya. [gp]