BEIJING —
Di manakah tempat seorang bintang pop dapat menarik banyak perhatian dengan berbicara selama 33 menit mengenai sistem Electoral College di Amerika Serikat? Di Tiongkok, saat penjelasan gamblang Gao Xioasong mengenai sistem pemilihan umum di AS tersebut dilihat satu juta orang dalam empat hari.
Warga Tiongkok telah lama tertarik dengan pemilu presiden AS. Namun ketertarikan meningkat tahun ini karena bersamaan dengan transisi politik di Beijing. Satu generasi pemimpin Partai Komunis akan turun minggu depan untuk memberi kesempatan pada yang lebih muda lewat proses seleksi yang sangat tertutup dan rahasia.
Untuk banyak warga Tiongkok, perbandingan antara pemilihan di kedua negara tersebut sangat menarik.
Dalam sebuah kartun politik yang tersebar di Internet, seorang pemilih di Amerika menutup kedua telinganya saat kedua kandidat presiden saling menyerang dalam debat di televisi, sementara seorang pria Tiongkok berjuang menguping dari balik pintu ruangan tempat berlangsungnya kongres partai.
“Setiap sistem politik memiliki pro dan kontra. Namun saya kira akan bagus bila saya dapat berpartisipasi dan membuat keputusan setelah para kandidat memberitahu saya apa landasan konsep mereka untuk empat tahun mendatang,” ujar Guo Xiaoqiao, seorang pekerja paruh waktu dalam bidang sumber daya manusia.
Warga Tiongkok bahagia bisa berspekulasi apakah Presiden Barack Obama akan mengalahkan penantangnya dari Partai Republik Mitt Romney. Namun mereka terutama tertarik pada kesempatan yang dimiliki warga Amerika untuk memilih pemimpin mereka. Para pemimpin di Tiongkok adalah figur-figur yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat diubah oleh rakyat.
“Kongres Partai ke-18 adalah pertemuan partai. Kami orang awam hanya dapat melihatnya sebagai penonton,” ujar Wang Xiaojian, mahasiswa Universitas Peking berusia 21 tahun.
"Pemilihan umum presiden AS adalah sebuah kampanye yang melibatkan semua orang.”
Seperti yang diketahui oleh Gao, penyanyi pop yang dikenal dengan lagu balada yang mendayu-dayu, banyak warga Tiongkok yang bahkan tertarik dengan sistem Electoral College, sebuah sistem yang seringkali membingungkan, dimana presiden tidak dipilih berdasarkan suara individu, namun oleh kinerja kandidat di setiap negara bagian.
Dalam sebuah video dari acara bincang-bincang di Internet yang diunggah dalam situs berbagi video populer, Youku.com, Gao menjelaskan bahwa sistem college adalah upaya untuk menyeimbangkan hak negara bagian dengan keinginan mayoritas.
“Pendapat negara bagian itu penting, sama halnya dengan opini warga,” ujar Gao. Ia menyebut para pendiri negara Amerika “kelompok orang terhebat dalam sejarah.”
Sebagai artis yang terbiasa dengan sensor, Gao berhati-hati untuk tidak menarik perbandingan langsung dengan sistem di Tiongkok dan para pemimpinnya. Namun menjelaskan sistem pemilu Amerika kepada publik merupakan sesuatu yang ganjil di Beijing.
Selama beberapa dekade, pengetahuan publik di Tiongkok mengenai pemilu AS terbatas pada propaganda pemerintah, yang menggambarkan pemilu sebagai permainan uang yang dikontrol oleh Wall Street. Skandal keuangan kampanye dan kecurangan suara mendominasi liputan. Bahkan jika warga tidak percaya sepenuhnya, berita-berita yang berulangkali diberitakan oleh media corong pemerintah memiliki dampak pada bagaimana warga melihat politik AS.
Internet yang kurang disensor telah mengubah situasi, memberikan warga Tiongkok ruang untuk berkomentar dan bertukar pendapat. Video-video debat presiden juga tersedia secara luas di Internet.
Penerjemah amatir Guo Xiaohui, mengatakan ia melihat ada aspek negatif dalam sistem di Amerika.
“Kedua belah pihak terlalu konfrontatif dan tidak ada kompromi,” ujarnya. “Akan lebih baik kalau mereka dapat memperhalusnya sedikit, seperti di Tiongkok.”
Yang lain melihat sistem di AS sebagai superior.
“Saya mengagumi hak-hak memilih yang dilindungi oleh Konstitusi AS. Saya tertarik pada keadilan dan keseriusan dalam prosedur pemilu,” ujar Li Youli, seorang pensiunan yang belajar mengenai pemilu AS lewat kelas Bahasa Inggris.
“Sistem politik di Tiongkok sangat terbelakang jadi seharusnya ada prioritas pertama: Untuk tanpa pamrih memastikan hak politik dasar bagi para warga negara dalam republik, yaitu hak untuk memilih,” ujarnya.
Namun kekaguman akan sistem politik di AS tidak merambah pada kekaguman akan Amerika sendiri. Hubungan AS-Tiongkok dihalangi oleh konflik perdagangan, nuklir dan persoalan global seperti Syria dan Iran. Romney sendiri menyebut Tiongkok manipulator mata uang, sebuah langkah yang akan mengarah pada perang perdagangan.
Sebuah survei dari Pew Global Attitudes Project yang dirilis bulan lalu menemukan bahwa hampir setengah dari penduduk Tiongkok memiliki pandangan negatif terhadap Amerika Serikat. Namun survei tersebut mencatat ada kenaikan dalam jumlah penduduk Tiongkok yang menyukai demokrasi Amerika, menjadi 52 persen dari 48 persen pada 2007.
Jumlah penduduk Tiongkok yang menolak demokrasi Amerika menurun, menjadi 29 persen dari 36 persen pada 2007.
Xu Chunliu, editor situs mikroblogging Tencent Weibo, mengatakan ia melihat hanya ada sedikit kritikan mengenai sistem pemilu AS di antara pengguna web di Tiongkok.
“Saya kira warga Tiongkok tidak memandang tinggi sistem politik negaranya sehingga mereka dapat mengkritik yang lain,” ujar Xu.
Namun ia menambahkan bahwa bahkan bisa berbicara mengenai pemilihan suara dan demokrasi merupakan sebuah langkah positif.
“Dari pemilihan di Taiwan sampai Amerika, warga Tiongkok selalu berpikir dan berdebat satu sama lain. Saya kira Tiongkok telah tumbuh menjadi negara yang lebih normal,” ujarnya. (AP/Didi Tang)
Warga Tiongkok telah lama tertarik dengan pemilu presiden AS. Namun ketertarikan meningkat tahun ini karena bersamaan dengan transisi politik di Beijing. Satu generasi pemimpin Partai Komunis akan turun minggu depan untuk memberi kesempatan pada yang lebih muda lewat proses seleksi yang sangat tertutup dan rahasia.
Untuk banyak warga Tiongkok, perbandingan antara pemilihan di kedua negara tersebut sangat menarik.
Dalam sebuah kartun politik yang tersebar di Internet, seorang pemilih di Amerika menutup kedua telinganya saat kedua kandidat presiden saling menyerang dalam debat di televisi, sementara seorang pria Tiongkok berjuang menguping dari balik pintu ruangan tempat berlangsungnya kongres partai.
“Setiap sistem politik memiliki pro dan kontra. Namun saya kira akan bagus bila saya dapat berpartisipasi dan membuat keputusan setelah para kandidat memberitahu saya apa landasan konsep mereka untuk empat tahun mendatang,” ujar Guo Xiaoqiao, seorang pekerja paruh waktu dalam bidang sumber daya manusia.
Warga Tiongkok bahagia bisa berspekulasi apakah Presiden Barack Obama akan mengalahkan penantangnya dari Partai Republik Mitt Romney. Namun mereka terutama tertarik pada kesempatan yang dimiliki warga Amerika untuk memilih pemimpin mereka. Para pemimpin di Tiongkok adalah figur-figur yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat diubah oleh rakyat.
“Kongres Partai ke-18 adalah pertemuan partai. Kami orang awam hanya dapat melihatnya sebagai penonton,” ujar Wang Xiaojian, mahasiswa Universitas Peking berusia 21 tahun.
"Pemilihan umum presiden AS adalah sebuah kampanye yang melibatkan semua orang.”
Seperti yang diketahui oleh Gao, penyanyi pop yang dikenal dengan lagu balada yang mendayu-dayu, banyak warga Tiongkok yang bahkan tertarik dengan sistem Electoral College, sebuah sistem yang seringkali membingungkan, dimana presiden tidak dipilih berdasarkan suara individu, namun oleh kinerja kandidat di setiap negara bagian.
Dalam sebuah video dari acara bincang-bincang di Internet yang diunggah dalam situs berbagi video populer, Youku.com, Gao menjelaskan bahwa sistem college adalah upaya untuk menyeimbangkan hak negara bagian dengan keinginan mayoritas.
“Pendapat negara bagian itu penting, sama halnya dengan opini warga,” ujar Gao. Ia menyebut para pendiri negara Amerika “kelompok orang terhebat dalam sejarah.”
Sebagai artis yang terbiasa dengan sensor, Gao berhati-hati untuk tidak menarik perbandingan langsung dengan sistem di Tiongkok dan para pemimpinnya. Namun menjelaskan sistem pemilu Amerika kepada publik merupakan sesuatu yang ganjil di Beijing.
Selama beberapa dekade, pengetahuan publik di Tiongkok mengenai pemilu AS terbatas pada propaganda pemerintah, yang menggambarkan pemilu sebagai permainan uang yang dikontrol oleh Wall Street. Skandal keuangan kampanye dan kecurangan suara mendominasi liputan. Bahkan jika warga tidak percaya sepenuhnya, berita-berita yang berulangkali diberitakan oleh media corong pemerintah memiliki dampak pada bagaimana warga melihat politik AS.
Internet yang kurang disensor telah mengubah situasi, memberikan warga Tiongkok ruang untuk berkomentar dan bertukar pendapat. Video-video debat presiden juga tersedia secara luas di Internet.
Penerjemah amatir Guo Xiaohui, mengatakan ia melihat ada aspek negatif dalam sistem di Amerika.
“Kedua belah pihak terlalu konfrontatif dan tidak ada kompromi,” ujarnya. “Akan lebih baik kalau mereka dapat memperhalusnya sedikit, seperti di Tiongkok.”
Yang lain melihat sistem di AS sebagai superior.
“Saya mengagumi hak-hak memilih yang dilindungi oleh Konstitusi AS. Saya tertarik pada keadilan dan keseriusan dalam prosedur pemilu,” ujar Li Youli, seorang pensiunan yang belajar mengenai pemilu AS lewat kelas Bahasa Inggris.
“Sistem politik di Tiongkok sangat terbelakang jadi seharusnya ada prioritas pertama: Untuk tanpa pamrih memastikan hak politik dasar bagi para warga negara dalam republik, yaitu hak untuk memilih,” ujarnya.
Namun kekaguman akan sistem politik di AS tidak merambah pada kekaguman akan Amerika sendiri. Hubungan AS-Tiongkok dihalangi oleh konflik perdagangan, nuklir dan persoalan global seperti Syria dan Iran. Romney sendiri menyebut Tiongkok manipulator mata uang, sebuah langkah yang akan mengarah pada perang perdagangan.
Sebuah survei dari Pew Global Attitudes Project yang dirilis bulan lalu menemukan bahwa hampir setengah dari penduduk Tiongkok memiliki pandangan negatif terhadap Amerika Serikat. Namun survei tersebut mencatat ada kenaikan dalam jumlah penduduk Tiongkok yang menyukai demokrasi Amerika, menjadi 52 persen dari 48 persen pada 2007.
Jumlah penduduk Tiongkok yang menolak demokrasi Amerika menurun, menjadi 29 persen dari 36 persen pada 2007.
Xu Chunliu, editor situs mikroblogging Tencent Weibo, mengatakan ia melihat hanya ada sedikit kritikan mengenai sistem pemilu AS di antara pengguna web di Tiongkok.
“Saya kira warga Tiongkok tidak memandang tinggi sistem politik negaranya sehingga mereka dapat mengkritik yang lain,” ujar Xu.
Namun ia menambahkan bahwa bahkan bisa berbicara mengenai pemilihan suara dan demokrasi merupakan sebuah langkah positif.
“Dari pemilihan di Taiwan sampai Amerika, warga Tiongkok selalu berpikir dan berdebat satu sama lain. Saya kira Tiongkok telah tumbuh menjadi negara yang lebih normal,” ujarnya. (AP/Didi Tang)