Seorang jurnalis Selandia Baru yang sedang hamil dan terdampar di Afghanistan oleh kebijakan perbatasan COVID-19 negara asalnya mengatakan, Selasa (1/2), ia akhirnya bisa pulang ke rumahnya setelah pemerintahnya menawarinya jalan kembali ke Tanah Airnya.
Tawaran tersebut merupakan wujud sikap mengalah pemerintah Selandia Baru setelah para pejabat sebelumnya bersikeras menyatakan bahwa Charlotte Bellis perlu kembali mengajukan permohonan pemesanan tempat karantina hotel yang sangat sulit diperoleh di negara itu bagi warganya yang ingin pulang dari luar negeri. Wakil Perdana Menteri Grant Robertson mengatakan Bellis telah mendapat tawaran kamar karantina.
''Saya akan kembali ke negara asal saya, Selandia Baru, pada awal Maret untuk melahirkan bayi perempuan saya,'' kata Bellis dalam sebuah pernyataan. “Saya sangat bersemangat untuk kembali ke rumah dan dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman pada waktu yang istimewa.''
Kasusnya dengan cepat menjadi hal yang memalukan bagi Selandia Baru, yang ribuan warganya menunggu di luar negeri untuk bisa pulang ke Tanah Air mereka karena terbatasnya ruang di hotel-hotel karantina.
Bellis mengatakan ia ingin berterima kasih kepada sesama warga Selandia Baru atas dukungan mereka, dan akan terus menantang pemerintah untuk menemukan solusi terkait kontrol perbatasannya. Ia menambahkan bahwa perempuan-perempuan hamil lainnya seharusnya juga bisa pulang ke Selandia Baru.
Ia mengatakan pada hari Minggu bahwa setiap hari adalah perjuangan. Sekarang hamil 25 minggu, ia mengatakan ia telah mencoba tanpa hasil untuk memasuki Selandia Baru melalui sistem lotre dan kemudian mengajukan permohonan pulang darurat, tetapi juga ditolak.
Chris Bunny, kepala urusan karantina Selandia Baru, mengatakan, tawaran baru itu diberikan kepada Bellis karena Afghanistan sangat berbahaya dan ada risiko terorisme. Ia mengatakan, pemerintah Selandia Baru memiliki kemampuan terbatas untuk membantu orang-orang di lapangan, terutama setelah penarikan pasukan AS tahun lalu.
“Kami mengakui bahwa Bellis menganggap dirinya aman dan tidak berusaha pulang atas dasar itu,'' kata Bunny. “Kami memiliki sedikit keleluasaan untuk mengalokasikan kamar karantina dalam keadaan langka dan luar biasa.''
Bunny mengatakan publisitas seputar kasus itu bukanlah faktor penentu, dan satu-satunya pertimbangan adalah keselamatan Bellis.
Bellis, 35, pernah bekerja sebagai koresponden Afghanistan untuk Al Jazeera, jaringan berita yang berbasis di Qatar. Ia mengundurkan diri pada November karena status hamil namun tidak menikah di Qatar adalah ilegal.
Bellis kemudian terbang ke Belgia, dan mencoba mendapatkan tempat tinggal di negara asal pasangannya, fotografer lepas Jim Huylebroek, yang telah tinggal di Afghanistan selama dua tahun. Tetapi Bellis mengatakan lamanya proses pengurusan izin tinggal di Belgia akan membuatnya berada di negara itu dengan visa yang kedaluwarsa.
Pindah dari satu negara ke negara lain dengan visa turis sementara menunggu kelahiran bayinya akan membutuhkan biaya dan membuatnya berada dalam situasi tanpa perawatan kesehatan. Ia dan Huylebroek akhirnya kembali ke Afghanistan karena mereka memiliki visa, merasa diterima dan dari sana dapat berjuang untuk kembali ke tanah airnya.
Para pejabat Selandia Baru mengatakan mereka akan menambahkan Huylebroek ke kamar karantina Bellis jika ia mengambil penerbangan yang sama dengannya ke Selandia Baru. [ab/uh]