Ancaman runtuhnya persatuan dan kesatuan bangsa harus segera disikapi dengan merajut kembali semangat kebangsaan, yang menghargai perbedaan dan keberagaman.
Pengamat Pertahanan, Andi Widjajanto mengatakan, kesatuan dan persatuan bangsa saat ini sedang menghadapi ujian, terutama dari pihak-pihak yang mengendaki perubahan ideologi dan penggantian pemerintahan di tengah jalan, memanfaatkan isu yang sedang marak akhir-akhir ini.
Gerakan yang mencoba memanfaatkan situasi yang dipicu kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, memunculkan pula sentimen kepada pemerintah yang dianggap berseberangan dengan Islam, pro China, hingga munculnya isu anti etnis China, isu Komunisme, dan pemerintah yang pro Syiah. Semua sentimen ini dimunculkan melalui media sosial untuk pemecah belah bangsa, sehingga perlu disikapi secara bijak dan cermat oleh pemerintah maupun masyarakat.
“Munculnya isu-isu terutama kalau sekarang dengan tren media sosial yang memang dirancang untuk memancing emosi dan memecah massa, untuk itu memang harus ada kehati-hatian untuk setiap orang yang menggunakan ruang media sosial supaya tidak tertimpa isu-isu yang selama ini dimunculkan terutama yang terkait dengan lima sentimen itu,” kata Andi Widjajanto, Pengamat Pertahanan.
Andi Widjajanto menilai, kerentanan ideologi ini dipicu gerakan masyarakat yang pro dan kontra atas kasus Ahok, yang kemudian dimanfaatkan kelompok yang berbeda ideologi dengan Pancasila. Penguatan dan revitalisasi ideologi Pancasila harus segera dilakukan, untuk menghindari ancaman perpecahan bangsa dan negara Indonesia.
“Nyata ini tantangan ke pilar utama dari bangsa, ideologi. Penelitian Lemhanas kemarin menunjukkan kerentanan ideologi kita masih ada, sehingga upaya untuk kembali ke cita-cita bersama membentuk satu semangat berdasarkan Pancasila, UUD 1945 harus segera mendapat penguatan, revitalisasi itu harus dilakukan tanpa kemudian terjebak kepada cara-cara doktrinal dogmatis di masa Orde Baru,” lanjutnya.
Ketua Forum Komunikasi Kiai Kampung Jawa Timur, Fahrurrozi menegaskan, upaya mempertahankan empat pilar utama bangsa Indonesia harus dilakukan dengan melepas ego yang melihat perbedaan sebagai suatu ancaman.
“Harusnya kita itu menaruh ego kita masing-masing demi NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945, agama milik individu masing-masing. Dengan situasi seperti ini kita sebagai anak bangsa atau pun berbagai suku dan etnis mana pun, kita tetap satu,” kata Fahrurrozi.
Sementara itu, Ketua DPD Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Jawa Timur, Rafael Obeng menambahkan, benturan antar anak bangsa karena adanya perbedaan, hendaknya tidak sampai melemahkan persatuan bangsa, justru harus menjadi kekuatan untuk membangun bangsa.
“Bahwa ada benturan-benturan antar anak bangsa, saya kira itu tidak luput kita manusia yang berbeda di negeri ini. Tapi jangan sampai perbedaan itu justru melemahkan atau menurunkan derajad kebersamaan kita dari yang mula-mula. Kita bukannya naik, tapi kita mundur, kita berbeda tapi karena perbedaan itu lah maka kita ingin membangun sebuah kebersamaan,” kata Rafael Obeng. [pr/gp]