Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla berkesempatan datang ke studio VOA pekan lalu seusai menghadiri diskusi “Network for Political Leaders” di Washington DC. Dalam bincang-bincang bersama reporter VOA Eva Mazrieva, Jusuf Kalla mengaku bahagia dengan peran barunya menangani isu-isu sosial, meskipun ia tetap mengkritisi pemerintahan Indonesia yang menurutnya “lambat mencari pemecahan masalah.”
VOA: Senang sekali kami berkesempatan bertemu kembali dengan Pak JK langsung di studio VOA di washington dc.
JK: “Ya saya juga senang sekali berkesempatan bertemu dengan anda yang masih muda-muda. Tidak disangka ternyata di sini dinamis sekali.”
Bapak tampaknya juga lebih leluasa sekarang karena bisa bergerak tidak dalam kapasitas resmi ya?
“Saya sekarang khan lebih banyak bekerja di bidang sosial – perdamaian. Seperti di sini-lah diundang untuk berbicara tentang hal itu. Menarik juga!.”
Bapak berada di Washington DC karena diundang untuk menghadiri Network for Political Leaders dan berbicara di Gallup organization tadi pagi. Ketika banyak orang bicara panjang lebar untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan ketidaksetaraan politik, Bapak cukup bicara pendek tapi langsung mengena.
“Saya selalu mengatakan tugas kita ini mendengar. Apa yang baik pernah kita kerjakan, kita share. Apa yang buruk ya kita hindari. Apa yang baik mungkin bisa ditiru atau dilakukan di masyarakat lain. Hal ini lebih penting bagi pemimpin politik seperti kita ini.”
Dalam diskusi tadi Bapak mengatakan akar berbagai masalah diskriminasi dan kekerasan sebenarnya terletak pada kesenjangan ekonomi dan ketidaksetaraan politik ya?
“Pengalaman Indonesia khan kita tidak mengenal minoritas, tapi ada saja timbul masalah-masalah selama muncul ketidakadilan ekonomi, politik, dll. Walaupun memang bisa juga timbul kalau ada yang radikal. Hal ini bisa kita lihat tidak saja di Indonesia, tapi juga di Mesir, Yaman, Suriah, dll.”
Di Indonesia, kasus Ahmadiah masih saja terjadi khan pak?
“Itu yang saya bilang radikalisme di bidang pandangan. Kedua-duanya salah. Pemerintah seharusnya tidak bersikap keras. Ahmadiah juga tidak melanggar kesepakatan untuk hanya bergerak secara internal saja.”
Bapak sudah lama mundur dari pemerintahan, bagaimana bapak melihat jalannya pemerintah sekarang ini?
“Saya tidak ingin menilai apa yang dilaksanakan setelah saya tidak lagi duduk disana. Tapi yang penting pemerintahan itu harus bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya, terutama untuk memecahkan masalah dengan cepat. Walaupun barangkali hal itu dianggap sebagai jargon politik, tapi pandangan saya bahwa ‘lebih cepat lebih baik’ itu merupakan satu upaya untuk memperbaiki kebangsaan, kehidupan sosial politik dsb-nya. Negeri kita memang sangat besar, sangat kaya. Tapi dibutuhkan sistem yang membuat hal-hal ini berjalan cepat dan baik.”
Apa yang membuat masalah terasa lama sekali dipecahkan sekarang ini?
“Dibutuhkan suatu tekad secara bersama dan upaya untuk menyelesaikannya secara lebih cepat. Yang menjalankan pemerintahan sekarang ini khan birokrat. Di semua negara juga ada birokrat. Tapi bagaimana birokrat ini bisa dijalankan dengan efesien, sehingga bergerak cepat. begitu juga soal korupsi. Kalau di atas kita clear dan tidak berbuat apa-apa, maka di bawah juga akan ikut. Tapi juga harus diikuti dengan perbuatan-perbuatan ekonomi yang baik. Karena selalu ada dua hal yang menimbulkan korupsi. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak atau untuk hidup lebih lux. Kalau orang korupsi untuk hidup layak, tidak bisa disalahkan juga khan. Kalau untuk hidup lebih lux, ya tidak ada batasnya.”
Tapi tekad dan political will saja khan tidak cukup untuk memberantas korupsi Pak? Perlu aksi nyata. Saya ingat kasus Century dulu ketika bapak mendapat laporan dari Sri Mulyani dkk. Yang pertama kali Bapak perintahkan adalah “tangkap direksi Bank Century.” Tapi langkah cepat seperti ini tidak lagi dilakukan sekarang ya Pak?
“Iya orang kadangkala lupa bahwa pemerintah itu yaa untuk memerintah, bukan untuk menghimbau. Karena yang disebut pemerintahan Republik Indonesia, bukan penghimbauan Republik Indonesia. Saya hanya menjalankan fungsi itu. Kalau tidak saya perintahkan waktu itu, buat apa saya jadi pejabat presiden?. (Presiden saat itu sedang mengikuti KTT G-20 di AS). Segala resiko di tangan saya. Kalau tidak sesuai ya silahkan usut saya. Tapi ketika itu saya menjalankan kewajiban saya pula.”
Lepas kecaman banyak pihak dan bahkan bapak sempat dipanggil DPR ya?
“Bukan kecaman. Mereka salah persepsi. Menganggap pemerintah mencampuri urusan polisi. Lha polisi harus diperintah saat itu. Karena presiden itu khan atasan polisi.”
Melihat kelambanan kerja pemerintah dan mulai muncul kembali kecaman masyarakat akan hal ini, apakah Bapak tertarik untuk terjun kembali ke politik?.
“Saya kira sistem kita tidak mudah. Tidak mungkin seseorang terjun berpolitik tanpa dukungan partai politik. Saya dulu ketua partai, jadi lebih mudah. Tentu sekarang tidak seperti itu.”
Tapi ada kemungkinan “calon independen” bukan?
“Itu sistem kita dalam konstitusi. Jika ingin ada calon independen, berarti harus mengubah konstitusi dan UUD 1945. itu tidak mudah. Kalau pun ada perubahan maka hal ini tidak berlaku untuk tahun 2014, tetapi mungkin 2019.”
Bahkan jangan-jangan kalau Bapak masih ketua partai, bapak akan menentangnya yaa?
“Oh ya! Karena diubahnya di MPR – yang terdiri dari DPR dan DPD. DPD cenderung setuju. Tapi DPR berisi dari partai-partai besar dan mereka tidak ingin disaingi oleh calon independen.”
Saya tahu bapak paling tidak suka dengan pengandaian. tetapi jika ada partai politik yang bersedia menjadi kendaraan bagi bapak untuk maju pada pemilu 2014 nanti, bapak bersedia?
“Sejak dulu saya sudah mengatakan bahwa saya sudah jadi presiden – presiden PMI (Palang Merah Indonesia, red.), dan cukup nikmat. Menjalankan tugas-tugas amal ini jauh lebih bermanfaat dan banyak amalnya juga.”
Saya tahu bapak sekarang sangat menikmati waktu luang yang ada. bisa bermain bersama cucu-cucu?
“Lebih ada waktu. Dulu ingin juga, tapi tidak ada waktu. Ada 10 cucu – sebagian besar di Indonesia. Hanya tiga orang di London. yang lain Makassar dan Jakarta.”
Ada keinginan khusus cucu-cucu pada kakeknya?
“Kadangkala bukan hanya keinginan cucu tetapi juga kakeknya. keinginan untuk berkumpul, jalan bersama-sama, berbicara, makan bersama-sama. Ada pertemuan reguler pas lebaran atau acara-acara keluarga yang penting.”