Badan pangan PBB itu hari Kamis mengatakan situasi telah berkembang mengenaskan bagi lebih dari 100.000 orang di negara bagian Nil Utara, termasuk 35.000 pendatang baru.
Juru bicara Rene McGuffin mengatakan awal musim hujan telah menyulitkan pengiriman pangan lewat darat, dan menyebarkan penyakit di antara orang yang mengungsi dari rumah mereka.
McGuffin mengatakan: "Para pengungsi itu tiba dalam kondisi lemah, dan banyak di antaranya menderita sakit, terutama terkait hujan.”
Sebagian pengungsi telah melintasi perbatasan dari Sudan untuk menghindari kekerasan di negara-negara bagian Blue Nile dan Kordofan Selatan. Pasukan bersenjata Sudan telah memerangi pemberontak di kedua negara bagian itu sejak tahun lalu.
Sementara itu, Sudan dan Sudan Selatan telah gagal memenuhi batas waktu PBB untuk menyelesaikan perbedaan mereka, dan sekarang para perunding bekerja dengan tekanan tambahan akan kemungkinan dikenai sanksi.
Dewan Keamanan PBB memberi kedua pihak kesempatan sampai 2 Agustus untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan, pendapatan minyak, dan demarkasi perbatasan yang masih belum terselesaikan 13 bulan setelah kedua negara itu berpisah.
Kedua pihak itu bentrok di perbatasan kedua negara bulan April, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang habis-habisan.
Dalam wawancara dengan VOA hari Kamis, kedua belah pihak menuduh pihak yang lain sengaja menghambat kemajuan.
Wakil Menteri Luar Negeri Sudan, Ramatallah Osman, mengatakan Khartoum tidak puas dengan zona penyangga yang diusulkan di sepanjang perbatasan untuk mencegah pertempuran selanjutnya.
Menteri Informasi Sudan Selatan, Barnaba Marial Benjamin, mengatakan Sudan menolak berkompromi.
Juru bicara Rene McGuffin mengatakan awal musim hujan telah menyulitkan pengiriman pangan lewat darat, dan menyebarkan penyakit di antara orang yang mengungsi dari rumah mereka.
McGuffin mengatakan: "Para pengungsi itu tiba dalam kondisi lemah, dan banyak di antaranya menderita sakit, terutama terkait hujan.”
Sebagian pengungsi telah melintasi perbatasan dari Sudan untuk menghindari kekerasan di negara-negara bagian Blue Nile dan Kordofan Selatan. Pasukan bersenjata Sudan telah memerangi pemberontak di kedua negara bagian itu sejak tahun lalu.
Sementara itu, Sudan dan Sudan Selatan telah gagal memenuhi batas waktu PBB untuk menyelesaikan perbedaan mereka, dan sekarang para perunding bekerja dengan tekanan tambahan akan kemungkinan dikenai sanksi.
Dewan Keamanan PBB memberi kedua pihak kesempatan sampai 2 Agustus untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan, pendapatan minyak, dan demarkasi perbatasan yang masih belum terselesaikan 13 bulan setelah kedua negara itu berpisah.
Kedua pihak itu bentrok di perbatasan kedua negara bulan April, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang habis-habisan.
Dalam wawancara dengan VOA hari Kamis, kedua belah pihak menuduh pihak yang lain sengaja menghambat kemajuan.
Wakil Menteri Luar Negeri Sudan, Ramatallah Osman, mengatakan Khartoum tidak puas dengan zona penyangga yang diusulkan di sepanjang perbatasan untuk mencegah pertempuran selanjutnya.
Menteri Informasi Sudan Selatan, Barnaba Marial Benjamin, mengatakan Sudan menolak berkompromi.