Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) prihatin dengan lonjakan infeksi COVID-19 di China dan mendukung pemerintah agar memfokuskan upayanya memvaksinasi warga yang paling berisiko di seluruh negeri, kata Dirjen WHO, Rabu (21/12).
Infeksi baru-baru ini melonjak di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini, dan proyeksi menunjukkan China bisa menghadapi ledakan kasus dan lebih dari satu juta kematian tahun depan.
"WHO sangat prihatin atas perkembangan situasi di China, dengan meningkatnya laporan penyakit parah," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan.
Tedros mengatakan badan tersebut membutuhkan informasi yang lebih rinci tentang tingkat keparahan penyakit, rawat inap di rumah sakit, penerimaan dan persyaratan pada unit perawatan intensif, untuk melakukan penilaian situasi secara meyeluruh.
Komentar itu disampaikan ketika pemerintah Jerman mengonfirmasi telah mengirimkan gelombang pertama vaksin COVID-19 BioNTech ke China untuk diberikan terutama kepada ekspatriat Jerman di negara itu.
Laju Vaksinasi Lansia di China Lambat
Kepala Urusan Darurat WHO Dr. Michael Ryan mengatakan lonjakan kasus di China tidak semata-mata karena pencabutan kebijakan “nol Covid” yang sangat ketat; dan bahwa hampir tidak mungkin menghentikan perebakan omicron – varian COVID-19 yang paling menular.
Ryan mengatakan tingkat vaksinasi orang yang berusia di atas 60 tahun di China jauh tertinggal dibanding negara-negara lain, dan kemanjuran vaksin buatan China baru mencapai sekitar 50 persen.
“Ini bukan perlindungan yang memadai bagi populasi sebesar China yang memiliki begitu banyak orang yang rentan,” ujar Ryan.
Ia menambahkan meskipun China telah secara dramatis meningkatkan kapasitasnya untuk memvaksinasi warganya dalam beberapa pekan terakhir ini, belum jelas apakah langkah ini sudah cukup.
Hingga saat ini, China menolak memberi otorisasi vaksin RNA messenger buatan Barat, yang terbukti jauh lebih efektif dibanding vaksin buatan China.
China setuju untuk mengizinkan pengiriman vaksin Pfizer buatan BioNTech untuk diimpor bagi warga Jerman yang tinggal di China.
“Pertanyaan yang tersisa adalah apakah vaksinasi yang cukup dapat dilakukan minggu depan atau dalam dua minggu ke depan, yang dapat meredam gelombang kedua dan beban terhadap sistem kesehatan.”
Sebagaimana Tedros, Ryan mengatakan WHO tidak memiliki cukup informasi tentang tingkat keparahan dan rawat inap di China, tetapi mencatat bahwa hampir semua negara yang kewalahan mengatasi COVID-19 telah berjuang untuk membagi data real time semacam itu.
Hampir setiap negara di dunia bergulat dengan cara menghitung kematian akibat COVID-19, di mana angka resmi diyakini terlalu rendah.
WHO pada bulan Mei lalu memperkirakan terdapat hampir 15 juta kematian akibat virus corona di seluruh dunia, atau berarti lebih dari dua kali lipat dari jumlah resmi yang mencapai enam juta orang. [my/lt/em]
Forum