Dua orang tewas terjepit di luar kantor paspor di Myanmar, Senin (19/2), kata seorang petugas penyelamat, ketika ribuan orang ingin segera meninggalkan negara itu untuk menghindari undang-undang dinas militer yang diberlakukan oleh junta.
Dua wanita berusia 52 dan 39 tahun meninggal, Senin pagi (19/2) setelah ratusan orang mengantre di kantor paspor di kota Mandalay, kata seorang petugas penyelamat yang tiba di lokasi kejadian kepada kantor berita AFP.
“Ada selokan di dekat kerumunan. Mereka terjatuh ke dalam selokan dan meninggal karena kekurangan oksigen,” kata petugas penyelamat yang meminta tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Seorang wanita lainnya mengalami luka ringan, kata petugas tersebut, seraya menambahkan bahwa ketiganya telah menjual token yang memberikan nomor dalam antrian.
Media lokal juga melaporkan kematian tersebut.
Tiga tahun setelah merebut kekuasaan melalui kudeta, militer berjuang untuk menghancurkan oposisi bersenjata yang meluas terhadap pemerintahannya.
Dalam beberapa minggu terakhir, negara ini telah kehilangan wilayah dan kendali atas rute perdagangan yang menguntungkan ke China karena direbut oleh aliansi kelompok etnis minoritas bersenjata.
Sebelumnya, bulan ini, mereka mengatakan akan menerapkan undang-undang yang mengizinkan militer memanggil semua pria berusia 18-35 tahun dan wanita berusia 18-27 tahun untuk berdinas di militer setidaknya selama dua tahun.
Undang-undang tersebut dibuat oleh junta sebelumnya tetapi tidak pernah digunakan, dan masih belum jelas bagaimana undang-undang tersebut akan dilaksanakan.
Tidak ada rincian tentang bagaimana mereka yang dipanggil untuk bertugas, namun banyak anak muda tidak ingin menunggu atau mencari tahu, dan ingin meninggalkan negara itu.
Pekan lalu, foto-foto di media lokal menunjukkan ratusan orang mengantre di luar kantor paspor di Mandalay.
Di kota pusat komersial Yangon, ribuan pemuda dan pemudi minggu lalu mengantre di luar kedutaan Thailand untuk mengajukan permohonan visa.
Sekitar 13 juta orang akan memenuhi syarat untuk dipanggil, kata juru bicara junta pekan lalu, meskipun militer hanya memiliki kapasitas untuk melatih 50 ribu orang per tahun.
Junta sebelumnya mengatakan akan mengambil langkah untuk mempersenjatai milisi pro-militer selagi mereka memerangi para penantangnya di seluruh negara itu, yakni Pasukan Pertahanan Rakyat (People's Defense Forces/PDF) dan kelompok bersenjata etnis minoritas yang sudah ada sejak lama yang anti kudeta. [lt/ns]