Abaikan Larangan Berkumpul, Pimpinan Gereja di AS Dikecam dan Ditangkap

Ilustrasi.Sebuah ponsel digunakan untuk mengirimkan prosesi Jumat Agung secara online, karena wabah virus corona di Polandia, di gereja Katolik di Gora Kalwaria, Polandia,10 April 2020. (Foto: Reuters/Kacper Pempel)

COVID-19 mengacaukan persiapan umat Kristen dalam menghadapi Paskah hari Minggu (12/4) ini, selain juga pelaksanaan ibadah umat Yahudi dan Muslim. Sementara sebagian besar gereja, sinagoga dan masjid telah menghentikan layanan yang dihadiri jemaat, beberapa pemimpin agama di Amerika dikecam karena melanggar larangan melakukan pertemuan di tempat umum.

Pendeta Rodney Howard-Browne di Florida ditangkap karena mengadakan kebaktian di gereja bagi ratusan jemaatnya. Howard-Browne didakwa mengadakan pertemuan ilegal, membangkang perintah tinggal di rumah yang ditetapkan pemerintah setempat terkait perebakan wabah virus corona. Namun demikian, ia tetap bersikap membangkang.

“Saya tidak malu ditangkap karena menjunjung amendemen pertama Konstitusi Amerika. Saya tahu sherif mengatakan kita tidak dapat berlindung di balik Amendemen Pertama, tetapi kami bisa," kata Pendeta Rodney Howard-Browne dari the River Church.

BACA JUGA: Virus Corona dan Isu Agama di Korea Selatan

Pihak berwenang setempat menganggap pelanggaran tersebut sebagai hal yang sangat serius.

“Kecerobohannya mengabaikan nyawa manusia membuat ratusan orang jemaatnya berisiko dan ribuan penduduk yang mungkin berinteraksi dengan mereka terancam bahaya," ujar Chad Chronister, sherif di county Hillsborough. County serupa dengan daerah setingkat kabupaten.

Hal tersebut terjadi bukan sekali saja. Orang-orang juga memenuhi sebuah gereja di luar kota Baton Rouge, Louisiana. Pendeta di sana juga ditangkap.

Sejak wabah virus corona merebak, banyak tempat ibadah yang menutup pintu mereka, dan menyelenggarakan ibadah secara daring. Pendeta Sylvia Sumter mengatakan hal tersebut tepat dilakukan.

“Membuat orang-orang dalam bahaya bertentangan dengan apa yang diperintahkan terhadapmu agar tidak membuat kerusakan dan untuk berbuat kebaikan yang lebih besar," ujar Pendeta senior Sylvia dari Unity Church of Washington melalui Skype.

"Membuat pintu-pintu gereja tetap terbuka tidak memberi kebaikan yang lebih besar untuk jemaat Anda dan orang-orang yang melakukan kontak dengan mereka," lanjutnya.

Sebuah gereja di Beirut sedang disinfektasi pada 5 Maret 2020. (Foto: AFP)

Dengan pembatasan-pembatasan baru, sejumlah gereja mengadakan kebaktian di luar ruangan yang lebih memungkinkan bagi pembatasan sosial.

“Meskipun kami harus menjaga jarak, kami masih dapat berkumpul bersama," kata seorang jemaat perempuan.

Banyak tempat ibadah yang terganggu secara finansial. Menghentikan kebaktian artinya menghentikan donasi jemaat yang hadir. Sekarang ini ada dorongan untuk meningkatkan sumbangan secara online.

“Sewaktu ini berakhir, kami masih ingin memiliki gereja. Kami memiliki kredit yang harus dibayar, membuat listrik tetap menyala dan membayar gaji para pegawai. Dan itu adalah bagian yang besar," kata Pendeta Sylvia.

Tak seorang pun tahu kapan pandemi ini akan berakhir dan pertemuan publik untuk beribadah dapat dimulai kembali. [uh/ab]