Ada Tanda Kemajuan Pelestarian Hutan Tropis Indonesia

  • Kate Lamb

Orang-orang berusaha memadamkan kebakaran hutan di Bengkalis, Riau (21/10/ 2010), yang disebabkan oleh pembakaran hutan untuk pembukaan lahan.

Indonesia merupakan salah satu daerah hutan tropis terbesar di dunia - dan salah satu negara dengan tingkat penggundulan hutan tertinggi. Tapi ada tanda-tanda kemajuan dalam upaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian hutan tropis alami.
Dalam beberapa dekade belakangan, jutaan hektar hutan Indonesia telah dipangkas melalui pembalakan liar, dan dijadikan perkebunan untuk kayu, pulp dan kertas, dan kelapa sawit.

Pada tahun 2010 pemerintah Norwegia dan Indonesia menandatangani kesepakatan bernilai miliaran dolar untuk memberlakukan moratorium terhadap pembukaan lahan gambut dan hutan alami. Kesepakatan itu dipandang sebagai cara untuk membantu Indonesia mencapai tujuan ambisius mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen menjelang tahun 2020.

Namun, meskipun ada larangan tersebut, hutan alami terus dipangkas untuk industri, sebagian karena pemerintahan yang lemah dan korupsi yang merajalela.

Sejak bertahun-tahun para ilmuwan dan ahli lingkungan kesulitan untuk meyakinkan masyarakat pedesaan di Indonesia bahwa melindungi hutan merupakan kepentingan jangka panjang bagi mereka.

Ilmuwan Eric Meijaard mengatakan hal itu mulai berubah, karena orang-orang menyadari ada kerugian ekonomi yang besar akibat pemusnahan hutan.

Kelompok-kelompok besar masyarakat mulai menyadari bahwa manfaat yang dihasilkan, seperti peningkatan kesempatan kerja, infrastruktur, tidak l seimbang dengan kerugian yang dialami. Masyarakat mengatakannya dengan sangat jelas dan ini bisa sebagai masukan bagi pemerintah,” kata Eric Meijaard.

Beberapa perusahaan besar yang beroperasi dalam perkebunan kelapa sawit dan industri pulp dan kertas baru-baru ini telah berjanji akan menghentikan penggundulan hutan sementara pemerintah juga mulai menuntut perusahaan-perusahaan yang secara gelap memangkas dan membakar hutan.

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, atau GPKSI, mengatakan meskipun keseimbangan antara pelestarian dan kepentingan industri tidak akan terjadi dalam waktu singkat, industri minyak kelapa sawit telah mengambil langkah permulaan yang tepat.

Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia meluncurkan standar kesinambungan industri kelapa sawit dan mudah-mudahan tahun 2014 semua perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia telah disertifikasi oleh GPKSI, demi berlanjutnya industri minyak kelapa sawit. Jadi kedepannya usaha kita akan membaik,” kata Fadhil.


Rukka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mengatakan pemerintah telah lambat menjalankan keputusan pengadilan.

Selagi proses rumit pemetaan hutan adat mulai dilaksanakan, pemerintah, katanya, masih terus mengeluarkan kontrak-kontrak di kawasan hutan lindung.

Masalahnya adalah, karena hak-hak kami secara khusus tidak diakui dan dilindungi, maka sangat mudah bagi pemerintah untuk memberi izin dan lisensi kepada sektor swasta, perusahaan swasta, tanpa mempertimbangkan bahwa ada masyarakat suku asli yang tinggal di daerah ini,” kata Rukka.

Sebagai hasil dari pembukaan hutan besar-besaran, Indonesia merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di seluruh dunia, setelah China dan Amerika Serikat.