Ahli Jantung: Floyd Tidak Meninggal karena Serangan Jantung atau OD

Mantan polisi Mineapolis, Derek Chauvin, didampingi pengacaranya Eric Nelson dalam persidangan kasus kematian George Floyd di Minneapolis, Minnesota, 31 Maret 2021.

Seorang dokter ahli jantung bersaksi pada Senin (12/4) bahwa George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal saat diamankan oleh polisi di Minneapolis tahun lalu, tidak meninggal karena serangan jantung atau overdosis obat.

Dokter itu mengatakan Floyd bisa selamat jika lehernya tidak dipiting ke jalan ketika anggota polisi Derek Chauvin menekankan lututnya ke leher pria nahas itu selama lebih dari sembilan menit.

Dr. Jonathan Rich, seorang profesor fakultas kedokteran di Northwestern University, mengatakan kepada juri dalam sidang pembunuhan yang dilakukan oleh Chauvin di Minneapolis bahwa jika Floyd “tidak dilumpuhkan dengan cara demikian, saya kira dia akan selamat hari itu.”

“Saya pikir dia bisa pulang atau ke mana pun dia mau jika dia tidak dilumpuhkan dengan posisi yang berbahaya seperti itu,” kata Dr. Rich.

Eric Nelson, pembela Chauvin, berpendapat bahwa Floyd yang berusia 46 tahun meninggal karena mengonsumsi narkoba dan masalah kesehatan yang mendasarinya, dan bukan karena cara Chauvin mengekangnya setelah dicurigai menggunakan uang palsu $ 20 pada 25 Mei 2020 itu.

Chauvin, yang berusia 45 tahun dan berkulit putih, mengaku tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan dan pembunuhan tidak berencana dalam kasus Floyd, yang memicu protes luas di seluruh AS dan di kota-kota besar di luar negeri terhadap kekerasan polisi pada warga minoritas.

Sebagai saksi yang memberatkan, Rich membantah kesimpulan tim pembela mengenai sebab-sebab meninggalnya Floyd.

“Setelah meninjau semua fakta dan bukti kasus, saya dapat menyatakan dengan tingkat kepastian medis yang tinggi bahwa George Floyd tidak meninggal karena penyakit jantung, dan dia tidak meninggal karena overdosis obat,” kata Rich dalam kesaksiannya.

Ahli jantung itu mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan overdosis telah menyebabkan kematian Floyd, meskipun laporan toksikologi menunjukkan adanya fentanil (sejenis opioid sintetis yang keras) dalam darahnya. [lt/em]