Ahmadiyah Peringati Isra Mi’raj di Tengah Membaiknya Toleransi

  • Rio Tuasikal

Penganut Ahmadiyah melaksanakan salat dzuhur berjamaah usai peringatan Isra Mi'raj di Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/4/2019) siang. (VOA/Rio Tuasikal)

Isra Mi’raj diperingati umat muslim di seluruh dunia sebagai peristiwa agung. Jemaat Ahmadiyah di Indonesia pun ikut memperingatinya dengan khidmat, di tengah membaiknya situasi toleransi beragama saat ini.

Pemeluk Islam memperingati Isra Mi’raj sebagai peristiwa mulia, di mana Nabi Muhammad “diberangkatkan” Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam waktu satu malam dan diperintahkan untuk menunaikan salat lima waktu dalam satu hari.

Wakil Ketua Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Bandung Tengah, Muhammad Denny, mengatakan umatnya ikut menyambut hari besar ini dengan sukacita. “Jadi kita sama, setiap tahun kita lakukan Isra Mi’raj. Jadi semua hari-hari besar Islam, sama kita laksanakan. Seperti yang disaksikan hari ini,” jelasnya usai peringatan Isra Mi’raj di Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/4) pagi.

Ketika kelompok Islam lain menggelar pawai untuk Isra Mi’raj, organisasi Ahmadiyah lebih fokus dengan ceramah keagamaan.

“Dalam peringatan Isra Mi’raj ini kita lebih khusyu, lebih fokus ke dalam pemahaman. Jadi apa-apa yang telah terjadi dan dialami oleh Rasulullah Muhammad ini kita kabarkan kepada anggota jemaat. Supaya kita bisa merenungkan dan mengikuti apa yang sudah diperintahkan rasulullah. Mungkin kekhusyukannya, kita lebih ke sana,” jelasnya kepada VOA.

Muhammad Denny (belakang, batik) dan Hafizurrahman (belakang, kemeja biru) menekankan pentingnya Isra Miraj bagi Ahmadiyah, seperti kelompok Islam lain. (VOA/Rio Tuasikal)

Peringatan hari besar hanya berselang tiga bulan setelah diskusi buku Ahmadiyah di Bandung Januari lalu, yang diprotes sekelompok orang sehingga akhirnya harus dipersingkat. Puluhan orang ketika itu memprotes kegiatan JAI yang dikawal ketat polisi. Lewat perundingan, acara yang harusnya berlangsung 3 jam dipersingkat menjadi 1,5 jam.

Denny bersyukur jemaatnya dapat memperingati Isra Mi’raj dengan lancar. Situasi ini, ujarnya, berkat komunikasi yang terus dibangun JAI dengan pemerintah dan masyarakat setempat. “Dengan kecamatan kita baik, dengan kapolres kita baik, dengan kelurahan kita baik. Kita semua dengan RT juga baik. Kalau acara Idul Adha, potong kambing dan potong sapi, itu Masyarakat di depan mungkin hampir 100 orang sudah menunggu di pagar (masjid),” kisahnya.

Setara Institute Mencatat Peristiwa Intoleransi Menurun

LSM pemantau kebebasan beragama Setara Institute menyatakan, tren intoleransi menurun dalam dua tahun terakhir. Hal itu terungkap dalam Laporan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang dirilis 31 Maret 2019.

Sepanjang 2018, Setara mencatat, terdapat 160 pelanggaran KBB yang tersebar di 25 provinsi. Provinsi dengan kejadian terbanyak adalah Jawa Barat (24 peristiwa), DKI Jakarta (23 peristiwa), Jawa Timur (21) dan Jawa Tengah (17). Dalam beberapa tahun terakhir, Ahmadiyah jadi salah satu korban intoleransi bersama kelompok Kristen dan Syi’ah.

BACA JUGA: Karena Beda Agama, Slamet Jumiarto Ditolak Tinggal di Desa Pleret Bantul

Meski kejadian intoleransi masih ada, Setara menyimpulkan bahwa angka tersebut melanjutkan “tren relatif rendahnya” intoleransi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Hal itu menunjukkan, langkah masyarakat sipil dan pemerintah untuk melawan intoleransi di tahun politik ini telah relatif berhasil mencegah terjadinya peningkatan signifikan dalam angka peristiwa dan tindakan pelanggaran KBB,” tulis Setara dalam rilisnya.

Mengenal Isra Mi’raj dalam Ajaran Ahmadiyah

Dalam Al Quran, Nabi Muhammad dikisahkan menerima perintah salat setelah menempuh perjalanan 1.400 km dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa – atau kini dari kota Mekkah ke Yerusalem – dengan kendaraan yang disebut ‘buraq’, lalu menuju ke langit. Sebagian pencatat hadis menggambarkan buraq sebagai makhluk yang kuat, indah, dan sangat cepat.

Al Quran mengisahkan Isra Mi’raj sebagai peristiwa mulia, di mana Nabi Muhammad “diberangkatkan” Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan diperintahkan untuk menunaikan salat lima waktu. (VOA/Rio Tuasikal)

Ketika umat muslim lain mempercayai Isra Mi’raj ini sebagai perpindahan fisik, ujar Mubaligh JAI Hafizurrahman, penganut Ahmadiyah mempercayainya sebagai peristiwa rohani. Buraq sendiri, jelasnya, adalah simbolisasi kemewahan duniawi.

“Buraq itu digambarkan dengan berbadan kuda yang kekar dan berkepala seorang perempuan yang penuh dengan perhiasan. Syarat dimaknai dengan kemegahan dunia. Allah SWT juga memerintahkan kepada kita supaya sarana kenikmatan ini harus dijadikan sebagai fasilitas kita untuk menuju Allah,” jelasnya kepada VOA dalam kesempatan yang sama.

Your browser doesn’t support HTML5

Ahmadiyah Peringati Isra Mi’raj di Tengah Membaiknya Toleransi Beragama

Namun, di balik perbedaan penafsiran itu, jemaat Ahmadiyah memaknai Isra Mi’raj sebagai perintah salat, sama seperti umat muslim lainnya.

“Kita memahami hal yang sama. Bahwa peristiwa Mi’raj dan Isra itu salah satu turunnya firman Allah mengenai perintah shalat,” tuturnya. (rt/em)