Akademisi Tolak Revisi UU KPK

  • Yudha Satriawan

Para dosen dan mahasiswa UNS Solo menggalang tanda tangan mendukung penolakan revisi UU KPK, di kampus UNS Solo, Rabu (11/9). (Foto: Humas UNS Solo)

Dukungan bagi penolakan revisi UU KPK terus bertambah. Akademisi dan Pusat Studi Anti korupsi berbagai perguruan tinggi melihat KPK sebagai harapan mengenai satu-satunya institusi yang aktif memberantas korupsi

Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi PUSTAPAKO Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Rabu ( 11/9) melakukan aksi dukungan menolak revisi UU KPK. Aksi itu berupa kajian dan penggalangan tanda tangan dari seluruh akademisi di Kampus Benteng Pancasila tersebut.

UNS menjadi salah satu dari 35 kampus yang ikut menggalang dukungan menolak revisi UU KPK. Saat ini ada 1800-an dosen dan mahasiswa serta Pusat Studi Anti Korupsi di berbagai kampus seluruh Indonesia yang membubuhkan tanda tangan untuk menolak revisi UU KPK.

Your browser doesn’t support HTML5

Mereka yang Berharap pada KPK

Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi PUSTAPAKO Universitas Sebelas Maret UNS Solo mengatakan KPK saat ini ibarat dihantam dua pukulan. Ketua PUSTAPAKO UNS, Khresna Bayu, mengungkapkan ada indikasi KPK akan dilemahkan wewenangnya. Menurut Bayu, selama ini KPK masih menjadi lembaga terpercaya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Revisi UU KPK ini jelas akan melucuti wewenang KPK dalam pemberantasan korupsi. Bayangkan isi tugas KPK melakukan penyidikan, penyelidikan, penyadapan, akan melalui birokrasi berbelit. Kita juga menyoroti proses seleksi capim KPK yang bermasalah. Rekam jejak calon dan masukan masyarakat tidak dipertimbangkan," kata Khresna Bayu.

BACA JUGA: Nawacita Jokowi Tentang Penguatan KPK Dipertanyakan

"Kami sangat khawatir dengan proses pemilihan capim KPK ini. Ini semua, ibarat dihantam palu godam dua kali berturut-turut. Ini ada apa, sebenarnya sedang ada apa di balik semua itu. KPK akan dikerdilkan dan dilemahkan seperti itu. PUSTAPAKO UNS secara tegas menyatakan tetap mendukung KPK, kami bersama KPK," imbuhnya.

Pengamat hukum dari Fakultas Hukum UNS Solo, Agus Riwanto, mengungkapkan ada kejanggalan dalam pengajuan revisi UU KPK.

Pengamat Hukum UNS Solo, Agus Riwanto ( kiri) didampingi ketua PUSTAPAKO UNS, Khresna Bayu, (kanan) saat berdiskusi tentang revisi UU KPK, di kampus UNS Solo, Rabu (11/9). (Foto : VOA/ Yudha Satriawan)

"Revisi UU KPK ini sangat tidak lazim. Semua RUU atau revisi UU sebelum dibahas akan masuk dalam prolegnas. Revisi UU tidak bisa langsung ambil jalan pintas tanpa masuk dulu ke Prolegnas. Revisi UU itu kan juga perlu uji publik. Bagaimana respons publik. Ini kan tiba-tiba mencuat revisi UU KPK. Apalagi masa kerja DPR ini kan berakhir 1 Oktober nanti, mereka akan diganti anggota DPR yang baru hasil Pemilu 2019. Apa mungkin pembahasan bisa dilakukan secepat itu, dalam waktu dua pekan," jelasnya.

Sementara itu, Presiden Jokowi akhir pekan lalu di Boyolali mengatakan akan mengkaji secara mendalam isi usulan revisi UU KPK. Jokowi berharap DPR dan pemerintah memiliki semangat yang sama dalam pemberantasan korupsi.

Para dosen dan mahasiswa UNS Solo menggalang tanda tangan mendukung penolakan revisi UU KPK, di kampus UNS Solo, Rabu (11/9). (Foto: Humas UNS Solo)

"Ya kita lihat dulu, yang direvisi apa saja. Sekali lagi yang saya sampaikan, KPK sudah bekerja sangat baik dalam rangka pemberantasan korupsi. Saya berharap DPR juga punya semangat yang sama memperkuat KPK," kata Jokowi.

Sejarah mencatat KPK getol melakukan pemberantasan korupsi hingga di lembaga penegak hukum. KPK mengungkap korupsi simulator SIM yang melibatkan jenderal bintang dua dari POLRI hingga OTT yang menjerat para jaksa.

Terakhir, bulan lalu, dua jaksa dari Kejari Yogyakarta dan Kejari Solo terjerat OTT KPK. Mereka yang terjerat OTT itu menambah daftar panjang anggota korp Adhyaksa yang terjerat OTT KPK. Sejak 2008 ada 11 jaksa berbagai daerah yang terjerat OTT KPK. [ys/ab]